Home » , , , » Dinasti-dinasti Islam di Mesir

Dinasti-dinasti Islam di Mesir

BAB I
PENDAHULUAN

Mesir adalah suatu negeri yang mana dulunya pernah berdiri beberapa dinasti di sana, diantaranya Dinasti Fatimiah, Dinasti Ayubiah dan Dinasti Mamalik. Semua dinasti tersebut berperan besar dalam sejarah peradaban Islam dan perkembangannya yang mana sisa-sisa peradabannya masih dapat kita rasakan manfaatnya sampai sekarang, diantaranya Universitas Al Azhar yang merupakan universitas Islam terbesar.
Dalam setiap sejarah peradaban pasti ada yang namanya suatu masa kejayaan dan kemunduran. Begitu pun yang terjadi pada dinasti-dinasti di Mesir, semuanya mengalami kemajuan dan kemunduran pada masanya, yang mana kemundurannya selalu dibarengi kehancuran dan setelah hancur, berdirilah dinasti yang baru sebagai pengganti dinasti yang telah hancur tersebut.
Dalam makalah ini, penyusun akan memaparkan tentang sejarah peradaban Islam di Mesir dari beberapa aspek, diantaranya kemajuan, kemunduran sampai kehancuran dan diganti/berdirinya lagi dinasti lainnya di negeri Mesir tersebut.



BAB II
PEMBAHASAN MATERI
DINASTI-DINASTI ISLAM DI MESIR

1. Dinasti Fatimiah
Dinasti ini dinisbatkan kepada Fatimah Al Zahra (Putri Nabi saw dan istri Ali bin Abi Thalib). Pendiri dinasti Fatimiah (Ubaid Allah al Mahdi) mengaku sebagai keturunan Ali bin Abi Thalib ra. dan Fatimah ra., melalui garis Ismail putra Ja’far al Shadiq.
Ubaid Allah al Mahdi berpindah dari Suria ke Afrika Utara karena propaganda Syi’ah di daerah ini mendapat sambutan baik, terutama dari suku Berber Ketama, dengan dukungannya, Ubaid Allah al Mahdi menumbangkan gubernur Aglabiah di Afrika, Rustamiyah Khariji di Tahart dan Idrisiyah Fez dijadikan sebagai bawahan.
Setelah wafat pada tahun 934 M, al Mahdi digantikan oleh putranya, Abul Qasin dengan gelar Al Qasim (323-355 H). Dinasti Fatimiah ini mengalami beberapa kali pergantian pemimpin, dimana masa kemajuannya itu terjadi pada masa Al Aziz (365 H/975 M).

a. Kemajuan Pemerintahan
Pengelolaan negara yang dilakukan dinasti Fatimiah dengan mengangkat para menteri. Dinasti Fatimiah membagi kementrian menjadi dua kelompok, pertama kelompok militer yang terdiri atas tiga jabatan pokok, (1) Pejabat tinggi militer dan pengawal khalifah, (2) Petugas keamanan, dan (3) Resimen-resimen, kedua kelompok sipil, yang terdiri atas (1) Qadhi (hakim dan direktur percetakan uang), (2) Ketua dakwah yang memimpin Dar al Hikmah (pengkajian), (3) Inspektur pasar (pengawas pasar, jalan, timbangan dan takaran), (4) Bendahara Negara, (5) Kepala urusan rumah tangga raja, (6) Petugas pembaca Al Quran, dan (7) Sekretaris berbagai departemen.

b. Penyebaran Faham Syi’ah
Ketika al Mu’iz berhasil menguasai Mesir, di tempat ini berkembang 4 madzhab fikih, Maliki, Syafi’i, Hanafi dan Hambali. Sedangkan al Mu’iz menganut faham Syi’ah, oleh karena itu al Mu’iz mengayomi dua kenyataan ini dengan mengangkat hakim dari kalangan Sunni dan Syi’ah, dan Sunni hanya menduduki jabatan-jabatan rendahan. Pada tahun 379 M, semua jabatan diberikan di berbagai bidang politik, agama dan militer dipegang oleh Syi’ah. Oleh karena itu sebagian pejabat yang Sunni beralih ke Syi’ah supaya jabatannya naik.
Di sisi lain, al Mu’iz membangun toleransi beragama, sehingga pemeluk agama lain, seperti Kristen, diperlakukan dengan baik dan diantara mereka diangkat menjadi pejabat negara/istana.

c. Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Pembangunan mesjid Al Azhar yang di dalamnya terdapat kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan sehingga berdiri jami’at (universitas) Al Azhar, salah satu perguruan Islam tertua yang dibanggakan oleh ulama Sunni.
Al Hakim berhasil mendirikan Dar al Hikmah, perguruan (akademi) Islam yang sejajar dengan lembaga pendidikan di Kordova dan Bagdad. Perpustakaan Dar al Ulum digabungkan dengan Dar al Hikmah yang berisi berbagai buku ilmu pengetahuan sehingga melahirkan sejumlah ulama. Pada masa ini muncul sejumlah ulama sebagai berikut :
1) Muhammad al Tamimi (ahli fisika dan kedokteran)
2) Al Kindi (ahli sejarah dan filsafat)
3) Al Nu’man (ahli hukum dan menjabat sebagai hakim)
4) Ali Ibnu Yunus (ahli astronomi)
5) Ali al Hasan Ibnu al Khaitami (ahli fisika dan optik)

d. Kemunduran dan Akhir Dinasti Fatimiah
Setelah al Aziz meninggal, diganti oleh al Hakim yang banyak melakukan kerusakan, membunuh sejumlah menteri, merusak gereja suci (Holly Spukhre) di Palestina tahun 1009 M, yang menjadi salah satu pemicu perang salib, dan ia mengaku sebagai inkarnasi Tuhan dan akhirnya ia mati dibunuh atas konspirasi Sitt al Mulk dengan Muqattam. Setelah meninggal, al Hakim digantikan oleh putranya, Abu Hasan Ali al Zhahiri (1021-1035 M) dan ia meninggal karena sakit. Penggantinya ialah Abu Tamim Ma’ad al Muntasir (ketika berusia 7 tahun). Pada saat bersamaan, Palestina berontak, Saljuk berhasil menguasai Asia Barat, propinsi-propinsi di Afrika menolak membayar pajak dan menyatakan lepas dari Fatimiah atas dukungan Dinasti Bani Abbas. Tripoli dan Tunisia dikuasai oleh Bangsa Normandia (1071 M).
Keadaan Fatimiah diperparah lagi oleh keadaan alam, wabah penyakit dan kemarau panjang sehingga sungai Nil kering, menjadi sebab perang saudara. Abu Tamim Ma’ad meninggal dan diganti oleh anaknya, al Musta’li, akan tetapi Nijar anak Abu Tamim Ma’ad al Muntasir yang tertua melarikan diri ke Iskandariah dan menyatakan diri sebagai khalifah, dan Fatimah pecah menjadi dua, Nijari dan Musta’li. Pada masa al Musta’li, pasukan salib melakukan serangan sehingga menguasai Antokia hingga Bait al Maqdis. Setelah wafat al Musta’li, diganti al Amir kemudian al Hafizh, kemudian al Zafir.

2. Dinasti Ayubiah (567-648 M)
Dinasti Ayubiah berdiri di atas puing-puing dinasti Fatimiah Syi’ah di Mesir. Setelah meninggal, Khalifah al Adil dari Fatimiah pada tahun 567 H adalah tanda berakhirnya dinasti Fatimiah dan kekuasaan diambil oleh Salahudin al Ayubi. Al Ayubi diakui sebagai khalifah Mesir oleh al Muhtadi. Dinasti Bani Abbas pada tahun 1175 M dan berhasil menguasai Aleppo dan Mosul. Untuk mengatisipasi pemberontakan dari pengikut Fatimiah dan serangan dari tentara salib, al Ayubi membangun benteng kuat di Mukattam. Tempat ini menjadi pusat pemerintahan dan militer.

a. Perang salib dan konflik internal
Sebagian waktu al Ayubi dihabiskan untuk menghalau tentara salib, pada zamannya, pasukan salib dipimpin oleh tiga raja, Frederick Barbosa, Philip II (Prancis) dan Richard I (Inggris). Perang antara militer al Ayubi dengan pasukan salib berlangsung hingga tahun 1922 M yang diakiri dengan perjanjian Ramalah, isinya sebagai berikut :
1) Yerusalem tetap berada di tangan Islam dan umat kristen diperbolehkan menziarahinya.
2) Tentara salib mempertahankan pantai Syiria dari Tyre sampai ke Jaffa.
3) Umat Islam akan mengendalikan relik Kristen kepada orang Kristen.
Pada tahun 1199 M, al Ayubi meninggal dunia di Damaskus, ia digantikan oleh saudaranya. Sultan al Adil. Pada tahun 1218 M, al Adil meninggal dunia setelah berperang melawan pasukan salib dan kota Dimyath jatuh ke tentara salib. Setelah meninggal al Adil digantikan oleh al Kamil.
Al Kamil melanjutkan perang melawan tentara salib, akan tetapi antara al Kamil dengan saudaranya al Mulk al Mu’azham (gubernur Damaskus) terjadi konflik. Oleh karena itu al Kamil mengirim duta kepada Frederick dengan menawarkan kerja sama dan Jerusalem dijadikan sebagai imbalan. Pada tahun 1229, terjadi perjanjian antara al Kamil dengan Frederick yang isinya sebagai berikut :
1) Jerusalem dengan Betlehem, Nazaret dan rute haji ke Jaffa dan Arce akan menjadi kekuasaan absolut kaisar dengan pengecualian bahwa area masjid umar di Jerusalem tetap menjadi milik terbatas bagi umat Islam.
2) Tawanan-tawanan Kristen di bebaskan.
3) Kaisar harus melindungi Sultan dari serangan-serangan musuh.
4) Perjanjian ini berlaku selama dua tahun.
Setelah meninggal, al Kamil diganti oleh putranya, Abu Bakar dengan gelar al Adil II (selam 3 tahun). Kepemimpinan Abu Bakar ditolak saudaranya, al Malik al Shalih Najm al Din Ayyub. Budak-budak Abu Bakar bersekongkol dengan al Malik al Shalih sehingga berhasil menjatuhkan Abu Bakar dan mengangkat al Malik al Shalih sebagai sultan.

b. Kemajuan ilmu pengetahuan
Salahudin al Ayubi berhasil mendirikan tiga buah madrasah di Kairo dan Iskandariah untuk mengembangkan madzhab sunni. Al Kamil mendirikan Sekolah Tinggi al Kamiliyah yang sejajar dengan perguruan tinggi lainnya. Ibn Khalikan menggambarkan bahwa al Kamil adalah pecinta ilmu pengetahuan, pelindung para ilmuwan dan seorang muslim yang bijaksana.

c. Kemunduran dan Akhir Ayubiyah.
Untuk mempertahankan kekuasaan, al Malik al Shalih mendatangkan budak-budak dari Turki dalam jumlah besar untuk dilatih kemiliteran yang ditempatkan di dekat sungai Nil yang disebut juga al Bahr, sehingga mereka disebut Mamluk al Bahri. Pasukan ini dijadikan pasukan saingan yang sudah ada sebelumnya, militer yang berasal dari Kurdi.
Setelah meninggal, al Malik as Shalih diganti oleh anaknya, Turansyah. Konflik terjadi antara Mamluk Bahri dengan Turansyah, karena Turansyah dianggap mengabaikan perintah Mamluk al Bahri dan lebih mengutamakan tentara dari Kurdi. Oleh karena itu Mamluk al Bahri di bawah pimpinan Baybars dan Izzudin Aybak melakukan kudeta terhadap Turansyah (1250 M). Turansyah terbunuh, Baybars dan Izzudin Aybak adalah perintis berdirinya dinasti Mamalik di Mesir.

3. Dinasti Mamalik (648-922 H)
Setelah kudeta, Mamluk al Bahri sepakat menjadikan Syajarat al Durr (mantan isteri al Malik al Shalih dari kalangan Mamluk al Bahri) sebagai pimpinan yang berlangsung selama tiga bulan. Setelah itu Syajarat al Durr menikah dengan Aybak, dengan perkawinan itu, Aybak akhirnya diberi kewenangan untuk menjalankan roda pemerintahan. Musa keturunan terakhir dari Ayubiah dibunuh oleh Aybak sehingga tidak ada lagi saingan baginya.
Setelah meninggal Aybak diganti oleh putranya, Ali. Karena masih muda, Ali mengundurkan diri dan diganti oleh wakilnya, Qutus (1259 M). Ketika Qutus menjadi sultan, Baybars yang semula melarikan diri ke Syiria karena tidak suka kepada Aybak, kembali ke Mesir pada tahun 1260 M. Mesir diserang oleh Mongol tetapi berhasil dihalau di Ain Jalut atas kerja sama antar pasukan Baybars dan Qutus.
Setelah wafat, Qutus digantikan oleh Baybars. Ia adalah seorang yang cerdas dan dianggap sebagai sultan terbesar diantara 47 sultan Mamalik. Setelah wafat, Baybars diganti oleh al Shalih Haji, akan tetapi, kendali pemerintahan kemudian berpindah ke tangan Mamluk Burji (budak yang berasal dari Turki). Mereka didatangkan oleh Sultan al Nashir Muhamad ibn Qulawun (1279-1290 M) karena curiga terhadap pimpinan militer Mamluk al Bahri. Sultan pertama dari Mamluk al Burji adalah al Malik al Zahir Syaf al Din Barquq setelah berhasil menumbangkan al Shalih Haji.

a. Kemajuan Ilmu Ektra dan Agama
Dalam bidang sejarah terdapat Ibnu Khalikan, Ibnu Tagribardi, Ibnu Khaldun dan Ibnu Kalsun. Nashir al Din al Thusi (ahli astronomi), Abu al Faraj al Ibri (ahli matematika), Abu al Hasan Ali al Nafis (ahli kedokteran, penemu susunan dan peredaran darah dalam paru-paru manusia). Abu al Mun’im Dimyathi (ahli kedokteran hewan), al Razi (perintis psikoterapi). Dalam bidang agama terdapat sejumlah ulama besar, Ibnu Taimiyah (reformasi), Jalal al Din al Suyuthi (ahli tafsir dan fakih), Ibn Hajar al Asqalani (ahli ilmu hadits) dan Ibn Qayyim (ahli fikih).

b. Akhir Mamalik di Mesir
Sejak peralihan dari kepemimpinan Mamluk Bahri ke Mamluk Burji (1382), dinasti Mamluk mengalami kemunduran, karena para sultan dari Mamluk Burji tidak memiliki keterampilan manajerial untuk mengendalikan negara, mereka haany mahir dalam bidang militer. Disamping itu, sebagian sultan Mamluk Burji menjadi pemabuk dan tidak menyukai ilmu pengetahuan. Keadaan diperparah dengan Syaykh al Balad yang hanya mampu berbahasa Turki dan tidak mampu berbahasa Arab, sehingga komunikasi dengan rakyat mesir menjadi terhambat.

BAB III
KESIMPULAN

Di negara Mesir sekarang, dahulu pernah berdiri beberapa dinasti, yaitu dinasti Fatimiah, dinasti Ayubiah dan Dinasti Mamalik, yang mana semua dinasti ini pernah mengalami masa kejayaannya di berbagai bidang, terutama dalam bidang pendidikan yang sampai sekarang masih terasa manfaatnya oleh umat masa kini, diantaranya Universitas Al Azhar Kairo, Perpustakaan Dar al Ulum dan hasil karya para ilmuwan jamannya yang sekarang juga masih bermanfaat.


DAFTAR PUSTAKA

A. Hasyimy, Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1979

Mubarok, Jaih, Dr. M.Ag, Sejarah Peradaban Islam, Bandung : Pustaka Bani Qurais, 2005.


Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Jawharie.blogspot.com
Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment

Thanks for your visiting this Blog, please leave comment !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. JawHarie.Blogspot.com - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger