ETIKA, MORAL, SUSILA, DAN AKHLAK

ETIKA
• Secara bahasa etika berasal dari bahasa Yunani; ethos; yang berarti watak kesusilaan atau adat. Etika dalam kamus diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak.
• Menurut istilah etika adalah ilmu yang menjelaskan baik dan buruk dan menerangkan apa yang seharusnya dilakukan manusia (Ahmad Amin).
• Konsep etika bersifat humanistis dan anthropocentris, karena didasarkan pada pemikiran manusia dan diarahkan pada perbuatan manusia. Dengan kata lain etika adalah aturan yang dihasilkan oleh akal manusia.
• Komponen yang terdapat dalam etika meliputi 4 hal:
1. Objek, yaitu perbuatan manusia.
2. Sumber, berasal dari pikiran atau filsafat.
3. Fungsi, sebagai penilai perbuatan manusia.
4. Sifat, berubah-ubah sesuai dengan tuntutan zaman.

MORAL
• Secara bahasa berasal dari kata mores (latin) yang berarti adat kebiasaan. Dalam kamus moral diartikan sebagai penentuan baik dan buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.
• Istilah: moral merupakan istilah untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat, yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik, atau buruk.
• Acuan moral adalah system nilai yang hidp dan diberlakukan dalam masyarakat.
• Persamaan antara moral dan etika terletak pada objeknya yaitu: perbuatan manusia.
• Perbedaan keduanya terletak pada tolok ukur penilaian perbuatan. Etika menggunakan akal sebagai tolok ukur, sedangkan moral menggunakan norma yang hidup dalam masyarakat.

SUSILA
• Berasal dari bahasa Sanskerta, Su: artinya baik, dan susila: artinya prinsip, dasar, atau aturan.
• Susila atau kesusilaan diartikan sebagai aturan hidup yang lebih baik, sopan, dan beradab.
• Kesusilaan merupakan upaya membimbing, memasyarakatkan hidup yang sesuai dengan norma/nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.

AKHLAK
• Secara bahasa akhlak berasal dari kata اخلق – يخلق – اخلاقا artinya perangai, kebiasaan, watak, peradaban yang baik, agama. Kata akhlak sama dengan kata khuluq. Dasarnya adalah:

1. QS. Al- Qalam: 4: وانك لعلى خلق عظيم
2. QS. Asy-Syu’ara: 137: ان هذا الا خلق الاولين
3. Hadis :انما بعثت لاتمم مكارم الاخلاق

• Menurut Istilah, akhlak adalah:
1. Ibnu Miskawaih: sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melaksanakan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran danpertimbangan.
2. Imam Ghazali: sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan yang mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

Ciri Perbuatan Akhlak:
1. Tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga telah menjadi kepribadiannya.
2. Dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran.
3. Timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.
4. Dilakukan dengan sungguh-sungguh.
5. Dilakukan dengan ikhlas.

Ruang lingkup Kajian Ilmu Akhlak:
@ Perbuatan-perbuatan manusia menurut ukuran baik dan buruk.
@ Objeknya adalah norma atau penilaian terhadap perbuatan tersebut.
@ Perbuatan tersebut baik perbuatan individu maupun kolektif.

Manfaat mempelajari Ilmu Akhlak:
1. Menetapkan criteria perbuatan yang baik dan buruk.
2. Membersihkan diri dari perbuatan dosa dan maksiat.
3. Mengarahkan dan mewarnai berbagai aktivitas kehidupan manusia.
4. Memberikan pedoman atau penerangan bagi manusia dalam mengetahui perbuatan yang baik atau buruk.

PERSAMAAN ETIKA, MORAL, DAN AKHLAK

• Persamaan ketiganya terletak pada fungsi dan peran, yaitu menentukan hukum atau nilai dari suatu perbuatan manusia untuk ditetapkan baik atau buruk.
• Secara rinci persamaan tersebut terdapat dalam tiga hal:
1. Objek: yaitu perbuatan manusia
2. Ukuran: yaitu baik dan buruk
3. Tujuan: membentuk kepribadian manusia

PERBEDAAN
1. Sumber atau acuan:
- Etika sumber acuannya adalah akal
- Moral sumbernya norma atau adapt istiadat
- Akhlak bersumber dari wahyu
2. Sifat Pemikiran:
- Etika bersifat filososfis
- Moral bersifat empiris
- Akhlak merupakan perpaduan antara wahyu dan akal
3. Proses munculnya perbuatan:
- Etika muncul ketika ad aide
- Moral muncul karena pertimbangan suasana
- Akhlak muncul secara spontan atau tanpa pertimbangan.

Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB)

A. Pendahuluan
SPPKB merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada kemampuan berfikir siswa. Joyce dan Weil (1980) menempatkan model pembelajaran ini ke dalam bagian model pembelajaran cognitive growth : Increasing the capacity to think (perkembangan kognitif : Penambahan kapasitas berpikir.
Dalam SPPKB siswa dibimbing untuk menemukan sendiri konsep yang harus dikuasai melalui proses dialogis yang terus menerus dengan memanfaatkan pengalaman siswa. Persamaannya dengan Strategi inkuiri, siswa menemukan materi pelajaran sendiri, perbedaanya pada SPPKB guru menggunakan pengalaman siswa sebagai titik tolak berpikirnya, sementara dalam Inkuiri jawaban dicari dari berbagai sumber.

B. Hakikat dan Pengertian Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berfikir (SPPKB)
Model strategi pemabelajaran peningkatan kemampuan berpikir (SPPKB) adalah model pembelajaran yang bertumpu kepada pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui telaahan fakta-fakta atau pengalaman anak sebagai bahan untuk memecahkan masalah yang diajarkan.
Pengertian di atas mengandung beberapa hal :
1. SPPKB adalah model pembelajaran yang bertumpu kepada pengembangan kemampuan berpikir, artinya siswa tidak hanya menguasai materi, akan tetapi bagaimana siswa dapat mengembangkan gagasan-gagasan dan ide-ide melalui kemampuan berbahasa secara verbal. Hal ini didasarkan kepada asumsi bahwa kemampuan berbicara secara verbal merupakan salah satu kemampuan berpikir.
2. Telaahan fakta-fakta sosial atau pengalaman sosial merupakan dasar pengembangan kemampuan berpikir, artinya gagasan dan ide-ide didasarkan kepada pengalaman sosial anak dalam kehidupan sehari-hari dan atau berdasarkan kepada kemampuan anak untuk mendeskripsikan hasil pengamatan mereka terhadap berbagai fakta dan data yang mereka peroleh dalam kehidupan sehari-hari.
3. Sasaran akhir SPPKB adalah kemampuan anak untuk memecahkan masalah-masalah sosial sesuai dengan tarap perkembangan anak.

C. Latar Belakang Filosofis dan Psikologis SPPKB
1. Latar belakang filosofis
Pembelajaran adalah proses interaksi, baik antara manusia dengan manusia maupun manusia dengan lingkungan. Interaksi ini ditujukan untuk perkembangan kognitif, afektif dan psikomotor. Pengembangan afektif erat kaitannya dengan meningkatkan aspek pengetahuan, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Timbul pertanyaan apakah pengetahuan itu ? Bagaimana memperolehnya ?
a. Aliran Rasionalisme mangatakan bahwa pengetahuan menunjuk kepada objek dan kebenaran itu merupakan akibat dari deduksi logis (mengambil keputusan yang khusus berdasarkan kepada kaidah yang umum secara rasional).
b. Aliran Empirisme mengatakan bahwa pengetahuan berdasarkan kepada pengalaman dalam memahami objek. Aliran ini memandang bahwa semua kenyataan itu diketahui melalui indera dan kriteria kebenaran itu adalah kesesuaian dengan pengalaman.
c. Konstruktivisme, mengatakan bahwa pengetahuan itu bukan hanya terbentuk dari objek semata, tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek dalam menangkap setiap objek yang diamati. Dengan demikian pengetahuan terbentuk oleh 2 faktor penting yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk menginterpretasi objek tersebut.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan diperoleh bukan sebagai hasil tranfer dari orang lain, tetapi pengetahuan diperoleh melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena dan lingkungan yang ada. Oleh karena itu model pembelajaran berpikir menakankan kepada aktivitas siswa untuk mencari pemahaman akan objek, menganalisis dan mengkonstruksinya sehingga terbentuk pengetahuan baru dalam individu.
2. Latar belakang psikologis
Belajar merupakan peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral. Sebagai gerakan mental perilaku manusia tidak hanya gerakan fisik, tetapi yang lebih penting adalah adanya faktor pendorong yang menggerakan fisik itu, yaitu kebutuhan.
Dalam prespektif psikologni kognitif, belajar adalah proses aktif individu dalam membangun pengetahuan dan pencapaian tujuan. Proses belajar tidak tergantung kepada pengaruh dari luar, tetapi sangat tergantung kepada individu yang belajar. Dengan demikian tingkah laku manusia merupakan ekspresi yang dapat diamati sebagai akibat dari eksistensi internal yang pada hakikatnya bersifat pribadi.

D. Hakikat Kemampuan Berfikir dalam SPPKB
Menurut Peter Reason (1981) berpikir (thingking) adalah proses mental seseorang yang lebih dari sekedar mengingat (remembering) dan memahami (comprehending). Menurutnya, mengingat dan memahami lebih bersifat pasif daripada berpikir. Mengingat pada dasarnya hanya melibatkan usaha penyimpanan sesuatu yang telah dialami untuk suatu saat dikeluarkan kembali atas permintaan, sedang memahami memerlukan pemerolehan apa yang didengar dan dibaca serta melihat keterkaitan antar aspek dalam memori. Adapun berpikir menyebabkan seseorang harus bergerak hingga di luar informasi yang didengarnya.
Kemampuan berpikir memerlukan kemampuan mengingat dan memahami. Dengan demikian kemampuan berpikir pasti diikuti oleh kemampuan mengingat dan memahami, tetapi belum tentu orang yang memiliki kemampuan mengingat dan memahami memiliki kemampuan untuk berpikir.
SPPKB merupakan bukan hanya model pembelajaran yang mengarahkan peserta didik agar dapat mengingat dan memahami berbagai data, fakta atau konsep, akan tetapi bagaimana data, fakta atau konsep tersebut dapat dijadikan sebagai alat untuk melatih kemampuan berpikir siswa dalam mengahadapi dan memecahkan suatu persoalan.

E. Karakteristik SPPKB
SPPKB menekankan kepada tiga karakter utama, yaitu :
1. Proses pembelajaran melalui SPPKB menekankan kepada proses mental siswa secara maksimal. Artinya kegiatan belajar itu bukan hanya disebabkan oleh adanya stimulus dan respon saja, tetapi juga disebabkan oleh dorongan mental yang diatur oleh otak.
2. SPPKB dibangun dalam nuansa dialogis dan proses tanya jawab secara terus menerus untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.
3. SPPKB merupakan model pembelajaran yang menyandarkan kepada dua sisi yang sama penting yaitu sisi proses dan sisi hasil belajar. Sisi proses diarahkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir, sisi hasil belajar diarahkan untuk mengkonstruksi pengetahuan dan penguasaan materi pembelajaran baru.

F. Perbedaan SPPKB dengan Pembelajaran Konvensional
1. Strategi Pembelajaran Konvensional
a. Peserta didik sebagai objek belajar.
b. Pembelajaran bersifat teoritis dan abstrak.
c. Perilaku dibangun atas proses kebiasaan.
d. Kemampuan didasarkan atas latihan-latihan
e. Tujuan akhir adalah penguasaan materi pembelajaran.
f. Perilaku dilakukan karena faktor pendorong dari luar (mis. Karena takut dihukum dll).
g. Pengetahuan bersifat absolut dan final, karena pengetahuan dikonstruksi oleh orang lain.
h. Keberhasilan siswa diukur hanya melalui test.

2. Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB)
a. Peserta didik sebagai subjek belajar.
b. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata (pengalaman siswa).
c. Perilaku dibangun atas kesadaran diri.
d. Kemampuan didasarkan atas penggalian pengalaman.
e. Tujuan akhir adalah kemampuan berpikir dengan menghubungkan pengalaman dengan kenyataan.
f. Perilaku dilakukan karena faktor pendorong dari dalam (mis. karena bermanfaat dll).
g. Pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu berkembang sesuai pengalaman yang dialaminya.
h. Keberhasilan siswa diukur dari proses dan hasil belajar.


G. Tahapan Pembelajaran SPPKB
Ada 6 tahap pembelajaran SPPKB, yaitu :
1. Tahap Orientasi
Tahap ini dilakukan dengan (1) penjelasan tujuan yang harus dicapai, baik tujuan yang berhubungan dengan penguasaan materi maupun proses pembelajaran, (2) penjelasan proses pembelajaran yang harus dilkukan oleh siswa.
2. Tahap Pelacakan
Tahap ini merupakan tahap penjajakan untuk memahami sejauh mana pengalaman dan kemampuan dasar siswa yang sesuai dengan tema atau pokok persoalan yang dibicarakan. Tahap ini dilakukan secara dialogis dan menjadi pijakan dalam pengembangan dialog dan tanya jawab pada tahap selanjutnya.
3. Tahap Konfrontasi
Tahap ini merupakan tahap penyajian persoalan yang harus dipecahkan sesuai dengan tingkat kemampuan dan pengalaman siswa. Pada tahap ini guru harus dapat mengembangkan dialog agar siswa benar-benar memahami persoalan yang harus dipecahkan. Hal ini penting, karena pemahaman terhadap masalah akan mendorong siswa untuk berpikir.
4. Tahap Inkuiri
Pada tahap ini siswa diajak untuk memecahkan persoalan yang dihadapinya. Oleh karena itu guru harus memberikan ruang dan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan gagasan dalam upaya pemecahan pesoalan.
5. Tahap Akomodasi
Tahap ini merupakan tahap pembentukan pengetahuan baru melalui proses penyimpulan. Pada tahap ini melalui dialog, guru membimbing siswa agar dapat menyimpulkan apa yang mereka temukan dan mereka pahami sekitar topik yang dipermasalahkan.
6. Tahap Transfer
Tahap ini merupakan tahap penyajian masalah baru yang sepadan dengan masalah yang disajikan. Pada tahap ini guru dapat memberikan tugas-tugas yang sesuai dengan topik pembahsan.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembelajaran SPPKB, yaitu :
1. SPPKB adalah model pembelajaran yang bersifat demokratis.
2. SPPKB dibangun dalam suasana tanya jawab.
3. SPPKB merupakan model pembelajaran yang dikembangkan dalam suasana dialogis.


Referensi : Dr. Wina Sanjaya, M.Pd., 2007, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Golongan Salaf

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penulisan
Manusia diciptakan oleh Allah membawa tugas untuk senantiasa beribadah kepada-Nya. Tugas ini tidak dapat terpenuhi jika manusia tidak mengetahui pokok-pokok agamanya (ushuluddin) dan pengetahuan tentang tatacara ibadah kepada Allah SWT (furu’uddin). Hal ini sangat penting, karena dengan mempelajari pokok-pokok agama akan memberikan keyakinan yang didasarkan pada landasan yang kuat, yang tidak mudah diombang-ambing oleh perubahan zaman (A. Mustadjib, RHA. Suminto, 2007:19). Untuk itu manusia dituntut untuk mempelajari Ilmu Kalam.
Ilmu Kalam adalah suatu ilmu yang membahas tentang penetapan akidah keagamaan (Dzat Allah beserta seluruh sifatnya, Rasul beserta seluruh sifatnya dan akidah sam’iyyat) yang berlandaskan pada dalil-dalil yang yakin (Ibrahim Al-Baijuri :8).
Dalam perkembangannya Teologi Islam mengalami polarisasi dalam beberapa persoalan sehingga menimbulkan berbagai aliran teologi. Aliran teologi tersebut ada yang bersifat tradisional, liberal dan ada yang menempatkan diri diantara tradisional dan liberal (Harun Nasution, 2007:x).

B. Tujuan Penulisan
Mahasiswa sebagai figur intelektual di masyarakat memiliki peran penting dalam menebarkan benih keimanan yang benar di masyarakat sekaligus membentengi masyarakat dari teologi yang jauh dari hakikat Agama Islam.
Melihat pentingnya hal tersebut di atas maka penulisan makalah ini didasarkan pada beberapa tujuan sebagai berikut :
1. Sebagai wahana memperluas wawasan dan pengetahuan penulis tentang Aliran-aliran teologi Islam.
2. Sebagai bahan diskusi bidang studi Ilmu Kalam di kelas I B Fakultas Tarbiyah Jurusan PAI Institut Agama Islam Darussalam Ciamis.
3. Semoga bisa menjadi sumbangan yang berarti bagi perkembangan keilmuan di lingkungan kampus dan masayarakat.


C. Batasan Pembahasan
Luasnya pembahasan yang berhubungan dengan Ilmu Kalam dan kemampuan penulis yang terbatas menjadi ispisari bagi penulis untuk membatasi pembahasan hanya seputar masalah Golongan Salaf, agar pembahasan menjadi terfokus dan mendalam.

D. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam memahami materi yang dibahas maka penulis mengajukan sistematika penulisan sebagai berikut :
1. Menjelaskan definisi salaf dan karakteristik ulama salaf.
2. Menjelaskan tentang sejarah singkat Ibnu Hanbal dan sekilas teologinya.
3. Menjelaskan tentang sejarah singkat Ibnu Taimiyah dan pemikiran teologinya.




BAB II
PEMBAHASAN

A. Salaf
1. Pengertian Salaf
Salaf menurut etimologi berarti terdahulu atau telah lewat (Kamus Digital Al-Mufid v. 01). Adapun salaf menurut terminologi Ilmu Kalam para pakar memberikan definisi yang berbeda-beda, diantaranya :
a. Menurut Thablawi Mahmud Sa’ad, salaf terkadang dimaksudkan untuk merujuk generasi sahabat, tabi’i, tabi’i tabi’in, para pemuka abad ke-3 H., dan para pengikutnya pada abad ke-4 H yang terdiri atas para Muhadditsin (ahli hadits).
b. Menurut Asy-Syahrastani, ulama salaf adalah yang tidak menggunakan ta’wil (dalam mentafsirkan ayat-ayat Mutasyabihat) dan tidak mempunyai faham tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk).
c. Mahmud Al-Bisybisyi mengatakan bahwa salaf adalah sahabat, tabi’in, dan tabi’i tabi’in yang dapat diketahui dari sikapnya yang menampik panafsiran yang mendalam mengenai sifat-sifat Allah yang menyerupai segala sesuatu yang baru untuk menyucikan dan mengagungkan-Nya.

2. Karakteristik Ulama Salaf
Menurut Ibrahim Madzkur karakteristik ulama salaf atau salafiyah sebagai berikut :
a. Mereka lebih mendahulukan riwayat (naqli) daripada dirayah (aqli).
b. Dalam persoalan pokok-pokok agama (ushuluddin) dan persoalan cabang-cabang agama (furu’uddin) hanya bertolak dari penjelasan Al-Kitab dan As-Sunnah.
c. Mereka mengimani Allah tanpa perenungan lebih lanjut (tentang Dzat-Nya) dan tidak mempunyai faham anthropomorphisme (menyerupakan Allah dengan makhluk).
d. Mengartikan ayat-ayat Al-Quran sesuai dengan makna lahirnya dan tidak berupaya untuk mentakwilnya.
Berdasarkan karakteristik diatas maka tokoh berikut ini dapat dikategorikan sebagai ulama salaf, yaitu Abdullah bin Abbas (68 H), Abdullah bin Umar (74 H), Ja’far Ash Shadiq (148 H) dan para imam madzhab yang empat (Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’I dan Imam Ahmad bi Hanbal).
Menurut Harun Nasution secara kronologis salafiyah bermula dari Imam Ahmad bin Hanbal kemudian dikembangkan oleh Ibnu Taimiyah dan disuburkan oleh Imam Muhammad bin Abdul Wahab hingga akhirnya berkembang secara sporadis di dunia Islam. Di Indonesia sendiri gerakan ini dilaksanakan oleh gerakan Persatuan Islam (Persis) atau Muhammadiyah.

B. Imam Ahmad bin Hanbal (164-241 H)
1. Sejarah Singkat Ibnu Hanbal
Ia dilahirkan di Baghdad pada tahun 164 H/780 M dan meninggal pada tahun 241 H/855 M. Ia sering dipanggil Abu Abdillah karena salah satu anaknya bernama Abdillah, namun ia lebih dikenal dengan nama Imam Hanbali karena merupakan pendiri madzhab Hanbali (Abdur Rozak, Rosihon Anwar, 2007:111)
Ibunya bernama Shahifah (Safiyyah menurut Imam Munawwir, 1985:293) binti Maimunah binti Abdul Malik bin Sawadah bin Hindur Asy-Syaibani, bangsawan Bani Amir. Ayahnya bernama Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Anas bin Idris bin Abdullah bin Hayyan bin Abdullah bin Anas bin Auf bin Qasit bin Mazin bin Syaiban bin Dahal bin Akabah bin Sya’ab bin Ali bin Jadlah bin Asad bin Rabi Al-Hadis bin Nizar. Di dalam keluarga Nizar Imam Ahmad bertemu keluarga dengan nenek moyangnya Nabi Muhammad Saw.
Ilmu yang pertama beliau kuasai adalah Al-Quran sehingga beliau hafal pada usia 15 tahun. Lalu beliau mulai berkonsentrasi belajar Ilmu Hadits pada awal usia 15 tahun pula (www.wikipedia.com). Pada usia 16 tahun ia memperluas wawasan ilmu Al-Quran dan ilmu agama lainnya kepada ulama-ulama Baghdad. Lalu mengunjungi ulama-ulama terkenal di Khufah, Basrah, Syam, Yaman, Mekah dan Madinah.
Diantara guru-gurunya ialah Hammad bin Khalid, Ismail bin Aliyyah, Muzaffar bin Mudrik, Walid bin Muslim, Muktamar bin Sulaiman, Abu Yusuf Al-Qadi, Yahya bin Zaidah, Ibrahim bin Sa’id, Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i, Abdur Razaq bin Humam dan Musa bin Tariq. Dari guru-gurunya Ibnu Hanbal mempelajari ilmu fiqh, hadits, tafsir, kalam, ushul dan bahasa Arab.
Menurut Imam Munawwir (1985:296) guru Imam Ibnu Hanbal diantaranya Abu Yusuf Ya’qub bin Ibrahim(fiqh dan hadits), Husyaim bin Basyir bin Abi Qasim Al-Washiti (hadits), Umair bin Abdullah, Abdurrahman bin Mahdi, Abu Bakar ‘Iyadi, Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i (memahami hukum dan cara meng-istinbath hukum), Ibrahim bin sa’id, Yahya bin Qattan, Waki’ dan Sufyan bin Uyainah.
Ibnu Hanbal dikenal sebagai seorang yang zahid, teguh dalam pendirian, wara’ serta dermawan. Karena keteguhannya, ketika khalifah Al-Makmun mengembangkan madzhab Mu’tajilah, Ibnu Hanbal menjadi korban mihnah (inquisition) karena tidak mengakui bahwa Al-Quran adalah makhluk. Akibatnya pada masa pemerintahan Al-Makmun, Al-Mu’tasim dan Al-Watsiq ia harus mendekam dipenjara. Namun setelah Al-Mutawakkil naik tahta Ibnu Hanbal memperoleh kebebasan, penghormatan dan kemuliaan.

2. Pemikiran Teologi Ibnu Hanbal
a. Tentang Ayat-ayat Mutasyabihat
Dalam memahami ayat Al-Quran Ibnu Hanbal lebih suka menerapkan pendekatan lafdzi (tekstual) daripada pendekatan ta’wil. Dengan demikian ayat Al-Quran yang mutasyabihat diartikan sebagaimana adanya, hanya saja penjelasan tentang tata cara (kaifiat) dari ayat tersebut diserahkan kepada Allah SWT.
Ketika beliau ditanya tentang penafsiran surat Thaha ayat 5 berikut ini :
    
4. (yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas 'Arsy.
Beliau menjawab :
إِسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ كَيْفَ شَآءَ وَكَمَا شَآءَ بِلاَ حَدٍّ وَلاَصِفَةٍ يُبْلِغُهَا وَاصِفٌ
Artinya :
Istiwa di atas Arasy terserah kepada Allah dan bagaimana saja Dia kehendaki dengan tiada batas dan tiada seorang pun yang sanggup menyifatinya.
Dalam menanggapi Hadits nuzul (Tuhan turun ke langit dunia), ru’yah (orang-orang beriman melihat Tuhan di akhirat), dan hadits tentang telapak kaki Tuhan, Ibnu Hanbal berkata : “Kita mengimani dan membenarkannya, tanpa mencari penjelasan cara dan maknanya”.
Dari pernyataan di atas tampak bahwa Ibnu Hanbal bersikap menyerahkan (tafwidh) makna-makna ayat dan hadits mutasyabihat kepada Allah dan Rasul-Nya serta tetap mensucikan-Nya dari keserupaan dengan makhluk.

b. Tentang Status Al-Quran
Pendapat Ibnu Hanbal tentang status Al-Quran dapat disimak dari dialog beliau dengan Gubernur Irak, Ishaq bin Ibrahim. Ketika beliau ditanya : “Apa pendapatmu tentang Al-Quran”, beliau hanya menjawab : “Sabda Tuhan”, ketika ditanya “Apakah ia diciptakan”, beliau menjawab : “Sabda Tuhan, saya tidak mengatakan lebih dari itu”.
Berdasar dialog di atas, Ibnu Hanbal tidak mau membahas lebih lanjut tentang status Al-Quran. Hal ini sejalan dengan pola pikirnya yang menyerahkan ayat-ayat yang berhubungan dengan sifat Allah kepada Allah dan Rasul-Nya.

C. Ibnu Taimiyah (661-729 H)
1. Sejarah Singkat Ibnu Taimiyah
Nama lengkapnya Ahmad Taqiyudin Abu Abbas bin Syihabuddin Abdul Mahasin Abdul Halim bin Abdissalam bin Abdillah bin Abi Qasim Al Khadar bin Muhammad bin Al-Khadar bin Ali bin Abdillah.
Nama Taimiyah dinisbatkan kepadanya karena moyangnya yang bernama Muhammad bin Al-Khadar melakukan perjalanan haji melalui jalan Taima’. Sekembalinya dari haji, ia mendapati isterinya melahirkan seorang anak wanita yang kemudian diberi nama Taimiyah. Sejak saat itu keturunannya dinamai Ibnu Taimiyyah sebagai peringatan perjalanan haji moyangnya itu (KH. Siradjuddin Abbas, 1987:261).
Ibnu Taimiyah dilahirkan di Harran pada hari senin tanggal 10 Rabi’ul Awwal tahun 661 H dan meninggal di penjara pada malam senin tanggal 20 Dzul Qaidah tahun 729 H.
Ibnu Taimiyah merupakan tokoh salaf yang ekstrim karena kurang memberikan ruang gerak pada akal. Ia adalah murid yang muttaqi, wara, dan zuhud serta seorang panglima bangsa Tartas yang pemberani. Ia dikenal sebagai seorang muhaddits mufassir (Ahli tafsir Al-Quran berdasarkan hadits), faqih, teolog, bahkan memiliki pengetahuan yang luas tentang filsafat.
Pemikiran Ibnu Taimiyah yang meliputi antropomorpisme (menyerupakan Tuhan dengan makhluk) dianggap bertentangan dengan pemikiran yang berkembang pada saat itu sehingga pada awal tahun 1306 M., ia dipanggil ke Kairo kemudian dipenjarakan.
.
2. Pemikiran Teologi Ibnu Taimiyah
Pemikiran Ibnu Taimiyah seperti dikatakan Ibrahim Madzkur, adalah sebagai berikut :
a. Sangat berpegang teguh pada nash (Al-Quran dan Al-Hadits) .
b. Tidak memberikan ruang gerak kepada akal.
c. Berpendapat bahwa Al-Quran mengandung semua ilmu agama.
d. Di dalam Islam yang diteladani hanya tiga generasi saja (sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in).
e. Allah memiliki sifat yang tidak bertentangan dengan tauhid dan tetap mentanzihkan-Nya.
Ibnu Taimiyah mengkritik Imam Hanbali yang mengatakan bahwa kalamullah itu qadim, menurut Ibnu Taimiyah jika kalamullah qadim maka kalamnya juga qadim. Ibnu taimiyah adalah seorang tekstualis oleh sebab itu pandangannya oleh Al-Khatib Al-Jauzi sebagai pandangan tajsim Allah (antropomorpisme) yakni menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya.
Berikut ini merupakan pandangan Ibnu Taimiyah tentang sifat-sifat Allah :
a. Percaya sepenuh hati terhadap sifat-sifat Allah yang disampaikan oleh Allah sendiri atau oleh Rasul-Nya. Sifat-sifat dimaksud adalah :
1) Sifat Salabiyyah, yaitu qidam, baqa, mukhalafatul lil hawaditsi, qiyamuhu binafsihi dan wahdaniyyat.
2) Sifat Ma’ani, yaitu : qudrah, iradah, ilmu, hayat, sama’, bashar dan kalam.
3) Sifat khabariah (sifat yang diterangkan Al-Quran dan Al-Hadits walaupun akal bertanya-tanya tentang maknanya), seperti keterangan yang menyatakan bahwa Allah ada di langit; Allah di Arasy; Allah turun ke langit dunia; Allah dilihat oleh orang yang beriman di surga kelak; wajah, tangan, dan mata Allah.
4) Sifat Idhafiah yaitu sifat Allah yang disandarkan (di-Idhafat-kan) kepada makhluk seperti rabbul ‘alamin, khaliqul kaun dan lain-lain.
b. Percaya sepenuhnya terhadap nama-nama-Nya, yang Allah dan Rasul-Nya sebutkan seperti Al-Awwal, Al-Akhir dan lain-lain.
c. Menerima sepenuhnya sifat dan nama Allah tersebut dengan :
1) Tidak mengubah maknanya kepada makna yang tidak dikehendaki lafad (min ghoiri tashrif/ tekstual).
2) Tidak menghilangkan pengertian lafaz (min ghoiri ta’thil).
3) Tidak mengingkarinya (min ghoiri ilhad).
4) Tidak menggambar-gambarkan bentuk Tuhan, baik dalam pikiran atau hati, apalagi dengan indera (min ghairi takyif at-takyif).
5) Tidak menyerupakan (apalagi mempersamakan) sifat-sifat-Nya dengan sifat makhluk-Nya (min ghairi tamtsili rabb ‘alal ‘alamin).

Dalam masalah perbuatan manusia Ibnu Taimiyah mengakui tiga hal :
a. Allah pencipta segala sesuatu termasuk perbuatan manusia.
b. Manusia adalah pelaku perbuatan yang sebenarnya dan mempunyai kemauan serta kehendak secara sempurna, sehingga manusia bertanggung jawab atas perbuatannya.
c. Allah meridlai pebuatan baik dan tidak meridlai perbuatan buruk.
Dalam masalah sosiologi politik Ibnu Taimiyah berupaya untuk membedakan antara manusia dengan Tuhan yang mutlak, oleh sebab itu masalah Tuhan tidak dapat diperoleh dengan metode rasional, baik metode filsafat maupun teologi. Begitu juga keinginan mistis manusia untuk menyatu dengan Tuhan adalah suatu hal yang mustahil (Abdur Rozak, Rosihon Anwar, 2007:115-117).



BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Salaf adalah sahabat, tabi’in, dan tabi’i tabi’in yang dapat diketahui dari sikapnya yang menampik panafsiran yang mendalam mengenai sifat-sifat Allah yang menyerupai segala sesuatu yang baru untuk menyucikan dan mengagungkan-Nya. Diantara tokoh ulama salaf adalah Ibnu Hanbal dan Ibnu Taimiyah
Ibnu Hanbal dilahirkan di Baghdad pada tahun 164 H/780 M dan meninggal pada tahun 241 H/855 M. Diantara pemikiran teologi Ibnu Hanbal adalah dalam menanggapi ayat mutasyabihat ia lebih suka menggunakan pendekatan lafdzi (tekstual) daripada ta’wil dan ia tidak mau mengatakan bahwa Quran itu diciptakan.
Ibnu Taimiyah mempunyai nama lengkap Ahmad Taqiyudin Abu Abbas bin Syihabuddin Abdul Mahasin Abdul Halim, ia lahir di Harran pada hari senin tanggal 10 Rabi’ul Awwal tahun 661 H dan meninggal di penjara pada malam senin tanggal 20 Dzul Qaidah tahun 729 H.
Pemikiran Ibnu Taimiyah seperti dikatakan Ibrahim Madzkur, adalah sebagai berikut :
a. Sangat berpegang teguh pada nash (Al-Quran dan Al-Hadits) .
b. Tidak memberikan ruang gerak kepada akal.
c. Berpendapat bahwa Al-Quran mengandung semua ilmu agama.
d. Di dalam Islam yang diteladani hanya tiga generasi saja (sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in).
e. Allah memiliki sifat yang tidak bertentangan dengan tauhid dan tetap mentanzihkan-Nya.
Dalam masalah perbuatan manusia Ibnu Taimiyah mengakui tiga hal :
a. Allah pencipta segala sesuatu termasuk perbuatan manusia.
b. Manusia adalah pelaku perbuatan yang sebenarnya dan mempunyai kemauan serta kehendak secara sempurna, sehingga manusia bertanggung jawab atas perbuatannya.
c. Allah meridlai pebuatan baik dan tidak meridlai perbuatan buruk.
Ibnu Taimiyah menentang rasionalisme baik metode filsafat maupun teologi.



DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Sirajudin, KH, I’tiqad Ahlusunnah wal-jama’ah, Pustaka Tarbiyyah, Jakarta, 1987.

Baijuri, Ibrahim Al-, Tuhfatul Muriid Aala Jauhrit Tauhiidi, Darul Ihyail Kutubil Arobiyyah, Surabaya.

Kamus Digital Al-Mufid versi 1.0

Munawir, Imam, Mengenal Pribadi 30 Pendekar dan Pemikir Islam dari Masa ke Masa, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1985.

Nasution, Harun, Teologi Islam : Aliran-aliran, sejarah analisa perbandingan, UI Press, 2007.

Rozak, Abdul, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam untuk UIN, STAIN, PTAIS, Pustaka Setia, Bandung, 2007.

Taufiq, Muhammad, Quran in Word Ver 1.3

www.wikipedia.org.

Peradaban Sebelum Islam

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penulisan
Perjalanan hidup manusia penuh dengan ketidaksempurnaan, ia membutuhkan contoh dan tauladan dari orang-orang sebelumnya, karena itu manusia menganggap penting untuk bercermin kepada kejadian yang telah lalu yang disebut sejarah, sebagaimana disampaikan oleh Al-Quran surat Al-Hasyru ayat 18 yang artinya : ”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Nabi Muhammad diutus ke dunia ini adalah sebagai rahmatan lil ’alamin. Karenanya setiap kejadian yang terjadi pada zamannya dan zaman setelahnya perlu untuk dikaji lebih mendalam sehingga fungsi rahmatan lil ’alamin yang terdapat dalam diri Nabi bisa diungkap secara menyeluruh dan mendalam serta dapat diaplikasikan dalam kehidupan. Karena itu pada makalah ini akan dibahas bagaimana peradaban Arab pra Islam dan bagaimana peran kepemimpinan Nabi Muhammad dalam dunia Islam.

B. Tujuan Penulisan
Mahasiswa sebagai figur intelektual di masyarakat harus pandai bercermin pada kejadian yang telah lalu, agar dapat mengambil pelajaran dari kejadian tersebut dan tidak terjerumus pada lubang yang sama untuk yang kedua kali. Selain itu mahasisiwa Fakultas Tarbiyah sudah selayaknya mengetahui sejarah peradaban Islam, khususnya peradaban pada zaman Nabi Muhammad Saw sehingga bisa mensuritauladani akhlak Rasulullah Saw.
Melihat pentingnya hal tersebut di atas maka penulisan makalah ini didasarkan pada beberapa tujuan sebagai berikut :
1. Sebagai wahana memperluas wawasan dan pengetahuan penulis tentang Sejarah Peradaban Islam, khususnya pada zaman Nabi Muhammad hidup.
2. Sebagai bahan diskusi mata kuliah Sejarah Peradaban Islam (SPI) di semester 3 B Fakultas Tarbiyah Jurusan PAI Institut Agama Islam Darussalam Ciamis.
3. Semoga bisa menjadi sumbangan yang berarti bagi perkembangan keilmuan di lingkungan kampus dan masayarakat.

C. Batasan Pembahasan
Luasnya pembahasan yang berhubungan dengan Sejarah Peradaban Islam dan kemampuan penulis yang terbatas menjadi ispisari bagi penulis untuk membatasi pembahasan hanya menjelaskan peradaban Arab Pra Islam dan seputar kepemimpinan Nabi Muhammad Saw, agar pembahasan menjadi terfokus dan mendalam.

D. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam memahami materi yang dibahas maka penulis mengajukan sistematika penulisan sebagai berikut :
1. Menjelaskan Peradaban Dunia sebelum Islam
2. Menjelaskan Peradaban Arab Pra Islam
3. Menjelaskan Peran Nabi Muhammad sebagai Pemimpin Agama



BAB II
PEMBAHASAN

Peradaban adalah kebudayaan (hasil karya, rasa dan cipta masyarakat) yang sudah tergolong maju atau telah mencapai taraf perkembangan yang tinggi (Jaih Mubarok, 44:2003). Tetapi para ahli tidak menjelaskan bagaimana cara mengukur bahwa suatu kebudayaan telah dianggap maju. Oleh karena itu diperlukan kebudayaan lain sebagai pembanding ketika kita ingin mengukur seberapa majukah suatu kebudayaan. Untuk itu di sini akan dibahas dahulu peradaban Arab sebelum Islam sebagai bahan perbandingan dengan peradaban Arab setelah Islam.
A. Peradaban Dunia Sebelum Islam
Secara geografis, Jazirah Arab bentuknya memanjang, ke sebelah utara berbatasan dengan Palestina dan padang Syam, ke sebelah timur Hira, Dijla (Tigris), Furat (Euphrates) dan Teluk Persia, ke sebelah selatan Samudera Indonesia dan Teluk Aden, sedang ke sebelah barat Laut Merah. Jadi, dari sebelah barat dan selatan daerah ini dilingkungi lautan, dari utara padang sahara serta dari timur padang sahara dan Teluk Persia, letak geografis ini telah melindunginya dari serangan dan penyerbuan penjajahan serta penyebaran agama.
Jazirah Arab terletak di antara dua kebudayaan besar dunia, yaitu Romawi di Barat dan Persia di Timur. Persia adalah ladang subur berbagai khayalan (khurafat) keagamaan dan filosof yang saling bertentangan, sedangkan Romawi telah dikuasi sepenuhnya oleh semangat kolonialisme. Negeri ini terlibat pertentangan agama , antara Romawi di satu pihak dan Nasrani di pihak lain. Negeri ini mengandalkan kekuatan militer dan ambisi kolonialnya dalam melakukan petualangan (naif) demi mengembangkan agama kristen, dan mempermainkannya sesuai dengan keinginan hawa nafsunya yang serakah.
Sementara itu, di jazirah Arabia kehidupan dalam keadaan tenang, jauh dari hal-hal di atas, mereka tidak memiliki kemewahan dan peradaban seperti Persia yang memungkinkan mereka kreatif dan pandai menciptakan kemerosotan-kemerosotan, filsafat keserbabolehan dan kebejatan moral yang dikemas dalam bentuk agama, mereka juga tidak memiliki kekuatan militer Romawi yang mendorong mereka melakukan ekspansi ke negara-negara tetangga, mereka tidak memiliki filosofi dan dialetika Yunani yang menjerat mereka menjadi bangsa mithos dan khurafat.
Karakteristik mereka seperti bahan baku yang belum diolah dengan bahan lain, masih menampakkan fitrah kemanusiaan dan kecenderungan yang sehat dan kuat, serta cenderung kepada kemanusiaan yang mulia, seperti setia, penolong, dermawan, rasa harga diri, dan kesucian.
Hanya saja mereka tidak memiliki ma’rifat (pengetahuan) yang akan mengungkapkan jalan ke arah itu, karena mereka hidup di dalam kegelapan, kebodohan, dan alam fitrahnya yang pertama. Akibatnya mereka sesat jalan, tidak menemukan nilai-nilai kemanusiaan tersebut.
Kemudian mereka membunuh anak dengan dalih kemuliaan dan kesucian, memusnahkan harta kekayaan dengan alasan kedermawanan dan membangkitkan peperangan di antara mereka dengan alasan harga diri dan kepahlawanan.
Kondisi ini sesuai dengan firman Allah dalam mensifati mereka :          
“Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan Sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar Termasuk orang-orang yang sesat.
QS al-Baqarah (2) :198

B. Peradaban Arab Sebelum Islam
Bangsa Arab pra Islam telah memiliki budaya yang menjadi landasan dalam hidup yang diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan, diantaranya :
1. Bidang Ekonomi. Secara ekonomi, Mekah mempunyai letak yang strategis, karena Mekah merupakan tempat persinggahan pedagang-pedagang dari Persia yang hendak menuju ke Romawi dan sebaliknya. Maka transaksi perdagangan sering terjadi dan hal ini memberi efek yang kuat terhadap kemajuan ekonomi Bangsa Arab. Dalam bidang mu’amalat mereka terbiasa transaksi mubadalat (barter), jual beli, kerjasama pertanian (muzaroah) dan riba.
2. Bidang Akidah. Bangsa Arab adalah anak-anak Ismail AS. Karena itu, mereka mewarisi millah dan minhaj yang pernah dibawa oleh bapak mereka. Millah dan minhaj yang menyerukan Tauhid Allah, beribadah kepada-Nya, mematuhi hukum-hukum-Nya, mengagungkan tempat-tempat suci-Nya, khususnya Baitul Haram, menghormati Syiar-syiar-Nya dan mempertahankannya.
Setelah beberapa kurun waktu, mereka mulai mencampur-adukkan (transformasi) kebenaran yang diwarisinya itu dengan kebatilan yang menyusup kepada mereka. Seperti semua umat dan bangsa, apabila telah dikuasai kebodohan dan dimasuki tukang-tukang sihir dan ahli kebatilan, maka masuklah kemusyrikan kepada mereka. Mereka kembali menyembah berhala-berhala. Tradisi-tradisi dan kebejatan moral pun tersebar luas. Akhirnya mereka jauh dari cahaya tauhid dan ajaran hanifiyah. Selama beberapa abad mereka hidup dalam kehidupan jahiliyah sampai akhirnya datang bi’tsah Muhammad saw.
Orang yang pertama kali memasukkan kemusyrikan kepada mereka dan mengajak mereka menyembah berhala adalah Amr bun Luhayyi bin Qam’ah, nenek moyang Bani Khuza’ah.
Namun secara umum Bangsa Arab Pra Islam percaya bahwa Allah adalah Pencipta, Firman Allah SWT.
  •                (لقمن : 25)
25. dan Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?" tentu mereka akan menjawab: "Allah". Katakanlah : "Segala puji bagi Allah"; tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS. Luqman [31]:25).

Tetapi transformasi (penyelewengan) terhadap agama mereka telah mendorong mereka untuk menjadikan berhala, pohon dan benda lain sebagai penyerta Allah SWT.
Sebagian kecil mereka masih mempertahankan akidah monoteisme seperti yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim AS. Mereka disebut Alhunafa. Diantara mereka adalah Umar Ibn Nufail, Zuhair Ibn Abi Salma (Jaih Mubarok, 46:2003), Qais bin Sa’idah al-Ayahdi, Ri’ab asy-Syani dan pendeta Bahira (Sirah Nabawiyah : 12).
3. Bidang Hukum. Bangsa Arab Pra Islam menjadikan adat sebagai hukum dengan berbagai bentuknya. Mereka membolehkan berpoligini dengan perempuan yang jumlahnya tidak terbatas, serta anak kecil dan perempuan tidak bisa menerima harta pusaka.
Adapun secara umum, ciri utama tantanan Arab pra Islam adalah sebagai berikut :
1. Menganut fanatisme kesukuan yang tinggi.
2. Memiliki tata sosial politik yang tertutup dengan partisipasi warga yang sedikit.
3. Mengenal hierarki sosial yang kuat
4. Kedudukan perempuan cenderung direndahkan, menurut Nurcholis Madjid, hal ini dapat dibuktikan bahwa perempuan dapat diwariskan dan perempuan tidak memperoleh harta pusaka.

C. Muhammad Saw. Sebagai Pemimpin Agama
Kaum muslimin sepakat bahwa Muhammad Saw. adalah utusan Allah dan membawa ajaran yang berasal dari Allah untuk disampaikan kepada manusia. Agar mudah dalam pemahaman tentang Muhammad Saw. sebagai Pemimpin Agama maka kita dituntut untuk mengetahui apa itu agama ? apa saja unsur-unsur agama ? bagaimana konsep kepemimpinan ? sehingga kita dapat menetapkan posisi Muhammad Saw sebagai pemimpin agama.



1. Definisi dan Unsur Agama
Ada banyak pendapat tentang definisi agama baik secara etimologi maupun terminologi. Salah satu pendapat tersebut mengatakan bahwa agama berasal dari kata A yang artinya tidak dan Gama yang artinya pergi atau berjalan, dengan demikian agama berarti tidak pergi atau tidak berjalan (tetap, kekal), hal ini dianggap sesuai mengingat bahwa agama merupakan jalan untuk meraih kehidupan yang kekal setelah mati.
Mendefinisikan agama secara terminologi para ahli beragam pendapat. M. Quraish Shihab (375:1996) menyatakan bahwa mendefinisikan kata agama tidak mudah, karena ada banyak agama yang berkembang di dunia. Salah satu definisi agama yang dikemukakan oleh sarjana Barat bahwa agama adalah organization of life around the depth dimensions of experience-varied in form, completeness, and clarity in accordance with environing culture (organisasi kehidupan tentang dimensi pengalaman yang dalam-dengan bentuk beragam, kesempurnaan dan kejelasan sesuai dengan budaya sebuah lingkungan).
Kita sebagai umat Islam tentu harus mendefinisikannya dari sudut pandang Islam. Dalam bahasa Arab, agama sepadan dengan kata ad diin dan al millah. Menurut Al Jurjani, agama adalah :
وضع الهي يدعو اصحاب العقول الى قبول ما هو عند رسول الله صلى الله عليه وسلم
Artinya : Perintah Ilahi yang mengajak orang yang berakal untuk menerima apa yang ada pada diri Rasulullah Saw.
Ibrahim Al-Baijuri dalam kitab Jauharut Tauhid (9) menyatakan bahwa agama adalah :
وضع الهي سائق لذوى العقول السليمة باختيارهم المحمودة الى ما يصلح معادهم ومعاشهم
Artinya : Perintah Ilahi yang ditujukan kepada orang yang berakal sehat, dengan pilihannya sendiri yang terpuji untuk kemaslahatan kehidupan di akhirat dan di dunia.
Dari dua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa syari’at berasal dari Allah yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw. untuk diajarkan dan diamalkan oleh manusia, sehingga manusia bisa meraih kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat.
Unsur-unsur terdapat dalam agama meliputi adanya kepercayaan kepada yang gaib, adanya ajaran ketuhanan, adanya hubungan dengan Tuhan melalui upacara pemujaan dan permohonan dan dadanya sikap hidup yang ditumbuhkan oleh ketiga unsur tersebut.
2. Pembagian Agama dan Ciri-cirinya
Dari segi sumber pembentukan agama, agama dapat dibedakan menjadi dua, agama samawi (agama langit) dan agama ardhi (agama bumi) atau wadh’i. Hilman Hadikusumah yang dikutip oleh Jaih Mubarok (52-53:2003) menjelaskan bahwa agama yang termasuk samawi adalah Yahudi, Kristen dan Islam yang ciri-cirinya adalah :
a. Konsep ketuhanan bersifat monotheis.
b. Disampaikan oleh rasul sebagai utusan Tuhan.
c. Mempunyai kitab suci berdasarkan wahyu dari Allah.
d. Kitab sucinya tidak berubah karena perubahan masyarakat penganutnya.
e. Kebenaran ajaran dasarnya tahan uji terhadap kritik menurut akal manusia
f. Sistem ‘merasa dan berpikirnya’ tidak sama dengan ‘sistem merasa dan berpikir’ masyarakat penganutnya.
Agama bumi (natural religion) adalah agama yang tidak bersumber kepada wahyu Ilahi, melainkan hasil ciptaan akal pikiran dan perilaku manusia. Oleh karena itu disebut agama budaya. Ciri-cirinya adalah :
a. Konsep ketuhanan tidak monotheis, bahkan cenderung tidak jelas.
b. Tidak disampaikan oleh Rasul sebagai utusan Tuhan.
c. Kitab sucinya bukan berdasarkan wahyu Tuhan.
d. Dapat berubah dengan terjadinya perubahan masyarakat penganutnya.
e. Kebenaran ajaran dasarnya tidak tahan kritik akal manusia.
f. Sistem merasa dan berpikirnya sama dengan sistem merasa dan berpikir masyarakat penganutnya.

3. Kepemimpinan dan Kepemimpinan Nabi Muhammad
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain sehingga orang tersebut bertingkah laku sesuai dengan yang dikehendaki oleh pemimpin. Kemampuan ini disebut leadership sedang orang yang dipimpin disebut leader.
Konsep kepemimpinan telah dijelaskan di dalam Al Quran dan hadits. Diantara konsep tersebut adalah seorang pemimpin harus bertanggung jawab terhadap orang yang dipimpinnya. Seorang pemimpin harus memahami kebenaran, jujur, bisa mempengaruhi, mengajak dan menyampaikan risalah agama, dan tentu saja cerdik (pandai menyelesaikan masalah).
Cikal bakal kepemimpinan Nabi Muhammad sudah terlihat semenjak beliau menjadi Nabi, sebagai contoh ketika terjadi pemugaran ka’bah pada saat usia Nabi 35 tahun, Beliau mendapat kepercayaan dari seluruh masyarakat untuk menyimpan Hajar Aswad kepada tempatnya mengalahkan pemimpin-pemimpin Quraisy, sehingga diberi gelar Al Amin. Kepemimpinan Beliau, telah menginspirasi pemimpin-pemimpin setelahnya yang disebut khulafaurrasyidin.
Nabi Muhammad adalah pembawa risalah Allah, Beliau memegang otoritas untuk menentukan hukum dalam agama, tentu saja berdasarkan wahyu dari Allah. Peran ini telah mengangkatnya secara tidak langsung sebagai pemimpin agama, apalagi segala masalah yang menimpa kaum muslimin selalu solusinya dirujukan kepada Nabi Muhammad baik ketika masih hidup maupun setelah meninggal.

4. Muhammad Bukan Sekedar Pemimpin Agama
Dari definisi agama yang disampaikan oleh Al-Jurjani secara tidak langsung menunjukkan bahwa Nabi Muhammad Saw. bukan hanya sebagai pemimpin agama tetapi agama itu sendiri. Ia merupakan rujukan bagi masyarakat Islam pada zamannya sesudahnya. Adakalanya Nabi Muhammad Saw. menetapkan sesuatu yang tidak terdapat dalam Al-Quran seperti praktek shalat lima waktu dan cara-cara shalat ditentukan oleh Nabi Muhammad Saw. jadi kalau Nabi Muhammad Saw. dianggap sebagai pemimpin agama maka bukan hanya pada tingkat teknis tetapi juga pemimpin yang bersifat ideologis dan teologis.
Menurut sejarawan Inggris, Arnold Toynbee – sebagai dikutip oleh Hans Kung, Ketokohan Nabi Muhammad Saw. harus diakui karena tiga hal :
a. Masyarakat Arab abad ke-7 mendengar dan mengikuti seruan Muhammad Saw.
b. Dalam perbandingan dengan agama politeisme yang sangat duniawi dari agama-agama kesukuan Arab lama, agama rakyat telah dinaikkan ke tingkat yang sepenuhnya baru, tingkat suatu agama tinggi yang monoteistik.
c. Orang-orang Islam menerima inspirasi, keberanian dan kekuatan Nabi Muhammad Saw. yang tak habis-habisnya untuk permulaan agama baru.
Michael Hart, pengarang buku Seratus Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia, menempatkan Nabi Muhammad sebagai pemimpin No. 1 dunia. Pertimbangan ini tidak berlebihan, karena menurutnya, Muhammad bukan hanya sebagai pemimpin agama tetapi juga diakui sebagai pemimpin politik, walaupun pada saat itu bentuk pemerintahan terbentuk secara alamiah, tanpa ada satu sistem yang mengaturnya. Pernyataan ini memberikan pengertian yang jelas bahwa Nabi Muhammad merupakan pemimpin politik disamping sebagai pemimpin agama.



BAB III
KESIMPULAN
Perkembangan Peradaban Dunia sebelum Islam terjadi di beberapa tempat diantaranya di Persia, namun sayang di Persia ini tumbuh subur berbagai khayalan (khurafat) keagamaan dan filosof yang saling bertentangan, selanjutnya di Romawi, dan mereka terlalu semangat untuk memjajah bangsa lain (kolonialisme). Di Yunani berkembangan peradaban yang cukup maju tetapi mereka terjebak dalam mithos dan khurafat.
Adapun secara umum, ciri utama tantanan Arab pra Islam adalah sebagai berikut :
1. Menganut fanatisme kesukuan yang tinggi.
2. Memiliki tata sosial politik yang tertutup dengan partisipasi warga yang sedikit.
3. Mengenal hierarki sosial yang kuat
4. Kedudukan perempuan cenderung direndahkan, menurut Nurcholis Madjid, hal ini dapat dibuktikan bahwa perempuan dapat diwariskan dan perempuan tidak memperoleh harta pusaka.
Cikal bakal kepemimpinan Nabi Muhammad sudah terlihat semenjak beliau menjadi Nabi. Nabi Muhammad sebagai pembawa risalah Allah, memegang otoritas untuk menentukan hukum dalam agama, tentu saja berdasarkan wahyu dari Allah. Peran ini telah mengangkatnya secara tidak langsung sebagai pemimpin agama, apalagi segala masalah yang menimpa kaum muslimin selalu solusinya dirujukan kepada Nabi Muhammad baik ketika masih hidup maupun setelah meninggal.
Menurut sejarawan Inggris, Arnold Toynbee ketokohan Nabi Muhammad Saw. harus diakui karena tiga hal :
1. Masyarakat Arab abad ke-7 mendengar dan mengikuti seruan Nabi Saw.
2. Agama rakyat telah dinaikkan ke tingkat yang sepenuhnya baru, tingkat suatu agama tinggi yang monoteistik.
3. Orang-orang Islam menerima inspirasi, keberanian dan kekuatan Nabi Muhammad Saw. yang tak habis-habisnya untuk permulaan agama baru.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Baijuri, Ibrahim, Jauharut Tauhid, Surabaya : Darul Hikmah.
as-Syibaie, Dr. Mustafa, Sirah Nabi Muhammad Saw. Pengajaran & Pedoman, Konsis Media. (vesi pdf)
Haekal, Muhammad Husein, Sejarah Hidup Muhammad (vesi pdf)
Hart, Michael, Seratus Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia (versi .chm)
Mubarok, Jaih, Prof. Dr. M.Ag., Sejarah Peradaban Islam, Bandung : Pustaka Islamika, 2003.
Shihab, M. Quraish, Wawasan Al-Quran Tafsir Maudhu’I atas pelbagai Persoalan Ummat, Bandung : Mizan Pustaka, 2005.
Sirah Nabawiyah (vesi pdf)

Khawarij dan Murjiah

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penulisan
Manusia dalam kedudukannya sebagai khalifah fil ardli mendapat kepercayaan dari Allah SWT. untuk mengemban Amanah yang sangat berat. Dia diciptakan bersama-sama dengan jin, dengan tujuan untuk senantiasa menyembah dan beribadah kepada Allah SWT., untuk itu manusia dituntut untuk mendalami, memahami serta mengamalkan pokok-pokok agamanya (ushuluddin) ditambah cabang-cabangnya sehingga dia dapat menentukan jalan hidupnya yang sesuai dengan amanah yang dibebankan kepadanya. Dia bisa menempuh jalan yang lurus yang sesuai dengan tuntunan ajaran agamanya. Dengan mempelajari pokok-pokok agamanya akan memberikan keyakinan yang didasarkan pada landasan yang kuat, yang tidak mudah diombang-ambing oleh perubahan zaman (A. Mustadjib, RHA. Suminto, 2007:19).
Pokok-pokok ajaran Agama Islam terangkum dalam Ilmu Tauhid, yaitu suatu
ilmu yang membahas tentang penetapan akidah keagamaan (Dzat Allah beserta seluruh sifatnya, Rasul beserta seluruh sifatnya dan akidah sam’iyyat) yang berlandaskan pada dalil-dalil yang yakin (Ibrahim Al-Baijuri :8).
Dalam perkembangannya Teologi Islam mengalami polarisasi dalam beberapa persoalan sehingga menimbulkan berbagai aliran teologi. Aliran teologi tersebut ada yang bersifat tradisional, liberal dan ada yang menempatkan diri diantara tradisional dan liberal (Harun Nasution, 2007:x).

B. Tujuan Penulisan
Keimanan merupakan masalah yang sakral dalam Islam, keimanan menentukan kebahagiaan manusia kelak di akhirat, karena itu merupakan hal yang penting untuk mengetahui hakikat keimanan yang berlandaskan pada teologi yang benar, agar manusia tidak terjerumus ke dalam teologi-teologi yang jauh dari hakikat Dinul Islam.
Mahasiswa sebagai figur intelektual di masyarakat mempunyai peran penting dalam menanamkan keimanan yang benar di masyarakat sekaligus membentengi masyarakat dari teologi yang jauh dari hakikat Dinul Islam.
Melihat pentingnya hal tersebut di atas maka penulisan makalah ini didasarkan pada beberapa tujuan sebagai berikut :
1. Sebagai wahana memperluas wawasan dan pengetahuan penulis tentang Aliran-aliran teologi Islam.
2. Ikut serta dalam memberikan penjelasasn tentang aliran-aliran teologi Islam kepada masyarakat.
3. Sebagai bahan diskusi bidang studi Ilmu Kalam di kelas I B Fakultas Tarbiyah Jurusan PAI Institut Agama Islam Darussalam Ciamis.
4. Semoga bisa menjadi sumbangan yang berarti bagi perkembangan keilmuan di lingkungan kampus dan masayarakat.

C. Batasan Pembahasan
Memberikan suatu karya yang komprehensip dalam satu bidang keilmuan merupakan suatu kebanggaan yang tak ternilai bagi penulis, namun mengingat luasnya pembahasan yang berhubungan dengan Ilmu Kalam dan kemampuan penulis yang terbatas serta batasan yang diberikan oleh Ibu Dosen, maka penulis merasa perlu untuk mempersempit ruang lingkup pembahasan agar pembahasan menjadi terfokus dan mendalam, yaitu tentang aliran teologi Khawarij dan Murji’ah serta segala masalah yang terkait di dalamnya.

D. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam memahami materi yang dibahas maka penulis mengajukan sistematika penulisan sebagai berikut :
1. Menjelaskan tentang definisi Khawarij dan Murji’ah.
2. Menjelaskan tentang latar belakang terbentuknya paham Khawarij dan Murji’ah.
3. Menjelaskan doktrin-doktrin pokok Khawarij dan Murji’ah.
4. Menjelaskan tentang sub sekte Khawarij dan Murji’ah.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Khawarij
1. Pengertian Khawarij
Secara harfiah Khawarij berasal dari Bahasa Arab, Khawarij merupakan isim fail jama’ dari lafad ُ خَرَجَ - يَخْرُجُ - فَهُوَ خَارِجٌ - فَهُمْ خَوَارِج yang artinya “Mereka yang keluar” (www.wikipedia.org).
Adapun yang dimaksud dengan Khawarij menurut terminologi Ilmu Kalam adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim) dalam perang shiffin pada tahun 37 H/648 M, perihal persengketaan khilafah dengan kelompok mua’wiyah (Abdul Rozak, Rosihon Anwar, 2007:49).
Nama Khawarij dinisbatkan kepada mereka karena mereka keluar dari barisan Ali. Tetapi ada juga pendapat yang mengatakan bahwa pemberian nama itu didasarkan pada surat An-Nisa ayat 100 :
…     •             …. 
100. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), Maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah.
Dengan demikian kaum Khawarij memandang dirinya sebagai orang yang meninggalkan rumah dari kampung halamannya untuk mengabdikan diri kepada Allah dan Rasul-Nya (Harun Nasution, 2007:13).
Nama lain dari Khawarij diantaranya :
1. Syurah yang diambil dari kata yasyri yang terdapat pada Al Quran Surat Al Baqoroh ayat 207.
2. Hururiah yang diambil dari nama sebuah desa dekat kota Kuffah di Irak. Mereka menuju desa ini setelah keluar dari Golongan Ali, selanjutnya mengangkat seorang pimpinan yang bernama Abdullah bin Wahab Ar Rasyidi (Siradjuddin Abbas, 1987:155).
2. Latar Belakang Munculnya Khawarij
Ketidakpuasan atas pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah muncul dari Mua’wiyah yang masih tergolong keluarga dekat Utsman bin Affan. Hal itu mendorong terjadinya perang Shiffin yang mempertemukan pasukan Ali bin Abi Thalib dan pasukan Mu’awiyah. Pada saat itu Mua’wiyah berada dalam posisi hampir kalah, namun tangan kanan Mu’awiyah yang bernama Amr ibn Ash meminta berdamai dengan mengangkat Al-Quran ke atas. Maka kedua kubu menyepakati genjatan senjata dan dilaksanakanlah Arbitrase (tahkim) atas permasalahan khilafah. Kedua belah pihak mengangkat pengantara untuk bermusyawarah dalam mencari penyelesaian terbaik. Pihak Mu’awiyah diwakili oleh Amr bin Ash, sementara pihak Ali bin Abi Thalib diwakili oleh Abdullah bin Abbas, tetapi sebagian kaum muslimin tidak menyetujuinya dengan alasan beliau masih termasuk golongan Ali, kemudian mereka mengusulkan Abu Musa Al Asy’ari sebagai pengantara dengan harapan masalah bisa diselesaikan berdasarkan Al Quran.
Musyawarah tersebut memutuskan kedua pengantara sepakat untuk mengumumkan penjatuhan kepemimpinan Ali dan Mu’awiyah. Tapi ketika pelaksanaan dari keputusan tersebut Amr bin Ash tidak menepati hasil musyawarah, ia hanya menjatuhkan kepemimpinan Ali dan menetapkan Mu’awiyah sebagai khalifah.
Sikap Ali yang menerima tipu muslihat Amr bin Ash untuk mengadakan arbitrase, sungguh pun dalam keadaan terpaksa, tidak disetujui oleh sebagian tentaranya. Mereka berpendapat masalah ini tidak dapat diputuskan oleh arbitrase manusia tetapi putusan hanya datang dari Allah dengan kembali kepada hukum-hukum yang ada dalam Al Quran. Mereka berpendapat tidak ada hukum selain hukum Allah dan tidak ada pengantara selain Allah.
Mereka memandang Ali bin Abi Thalib telah berbuat salah, oleh karena itu mereka meninggalkan barisannya. Inilah awal kemunculan golongan Khawarij. (Harun Nasution, 2007: 6-8).

3. Doktrin-doktrin Pokok Khawarij
A. Mustadjib dan RHA. Suminto (2007:51-52) mengelompokan doktrin-doktrin pokok Khawarij menjadi 3 kategori :
a. Doktrin Politik
1) Khalifah atau Imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam.
2) Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab, asal memenuhi syarat sebagai pemimpin.
3) Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syari’at Islam, ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh jika melakukan kezaliman.
4) Kekhalifahan Abu Bakar, Umar bin Khatab dan tujuh tahun masa kehalifahan Utsman bin Affan adalah sah, adapun setelah tahun ketujuh dari masa kekhalifahannya ia dianggap telah menyeleweng.
5) Khalifah Ali adalah sah tetapi setelah arbitrase dianggap menyeleweng dan menjadi kafir.
6) Mu’awiyah, Abu Musa Al Asy’ari dan Amr bin Ash dianggap menyeleweng dan menjadi kafir.
7) Pasukan Jamal yang melawan Ali juga kafir.
Ketujuh doktrin diatas dikategorikan sebagai doktrin politik karena berhubungan dengan masalah kenegaraan, khususnya masalah khilafah. Menurut Harun Nasution (2007:14) masalah takfir bukan lagi termasuk masalah politik tetapi sudah masuk dalam masalah teologi, maka point 5-7 dapat dikategorikan sebagai doktrin teologi.
b. Doktrin Teologi
1) Seorang yang melakukan dosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus dibunuh. Seorang muslim menjadi kafir apabila tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan resiko ia menjadi halal darahnya.
2) Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau bergabung, maka ia wajib diperangi karena hidup di dalam dar al-harb (Negara Musuh), sedang golongan mereka sendiri dianggap berada dalam dar al-Islam (Negara Islam).
3) Seseorang harus menghindar dari pemimpin yang menyeleweng.
4) Adanya wa’ad dan wa’id (orang baik harus masuk surga, sedang orang yang jahat harus masuk neraka).
c. Doktrin Teologis Sosial
1) Amar ma’ruf nahyi munkar.
2) Memalingkan ayat-ayat Al Quran yang tampak mutasyabihat (samar).
3) Qur’an adalah makhluk.
4) Manusia bebas memutuskan perbuatannya, bukan dari Tuhan.
Doktrin ini menurut sebagian pengamat lebih mirip dengan doktrin Mu’tazilah. Kebenaran adanya doktrin ini dalam wacana kelompok khawarij patut dikaji lebih mendalam, dapat diasumsikan bahwa orang yang keras dalam pelaksanaan agama cenderung berwatak tektualis/ skripturalis sehingga menjadi fundamentalias.

4. Perkembangan Khawarij
Persoalan khilafah yang menjadi doktrin sentral kelompok Khawarij ditambah watak Khawarij yang radikal telah memicu timbulnya doktrin-doktrin teologis lain, baik dalam intern kelompok Khawarij maupun ekstern dengan kelompok Islam lainnya (A. Mustadjib, RHA. Suminto, 2007:54).
Menurut A. Mustadjib dan RHA. Suminto (2007:54-55) subsekte Khawarij yang besar terdiri dari 8 macam :
a. Al-Muhakkimah
Al-Muhakkimah adalah golongan Khawarij asli yaitu pengikut Ali bin Abi Thalib yang tidak mau menerima arbitrase (tahkim) (Harun Nasution, 2007:15).
b. Al-azariqah
Daerah kekuasaan mereka terletak di perbatasan Irak dengan Iran. Nama ini diambil dari Nafi’ ibn Al-Azraq. Pengikutnya menurut al-Baghdadi, berjumlah lebih dari 20 ribu orang. Khalifah pertama yang mereka pilih ialah Nafi’ sendiri dan kepadanya mereka diberi gelar Amirul Mu’minin. Nafi’ mati dalam pertempuran di Irak pada tahun 686 M (Harun Nasution, 2007:16).
c. An-Najdat
Najdah Ibn ‘Amir al-Hanafi dari Yamamah dengan pengikutnya pada mulanya ingin bergabung dengan golongan al-Azariqah. Tetapi di dalam golongan al-Azariqah sendiri terjadinya perpecahan. Sebagian pengikutnya, diantaranya Abu Fudaik, Rasyid al-Tawil dan Atian al-Hanafi, tidak dapat menyetujui beberapa ajaran al-Azariqah, yaitu :
1) Bahwa orang azraqi yang tidak mau berhijrah ke dalam lingkungan al-Azariqah adalah musyrik.
2) Bahwa anak istri orang Islam yang tak sepaham dengan mereka boleh dan halal untuk dibunuh.
Akhirnya Abu Fudaik dan pengikutnya memisahkan diri dari Nafi’ dan pergi ke Yamamah. Disini mereka dapat menarik Najdah ke pihak mereka dalam masalah pertikaian dengan Nafi’, sehingga Najdah dengan pengikutnya membatalkan untuk berhijrah ke daerah kekuasaan al-Azariqah. Kedua golongan ini bersatu dan mengangkat Najdah sebagai imam baru. Nafi’ dan pengikutnya telah mereka pandang sebagai kafir (Harun Nasution, 2007:17-18).
d. Al-Baihasiyah
Kelompok ini dipimpin oleh Abu Baihah al-Haisam bin Jabir (www.swaramuslim.com).
e. Al-Ajaridah
Mereka adalah pengikut dari Abdul Karim ibn 'Ajrad. Kaum Al Ajaridah bersifat lebih lunak sebab diantara ajarannya menyatakan hijrah bukan kewajiban tetapi merupakan kebajikan (Harun Nasution, 2007:20).
f. Al-Ibadiyah
Golongan ini merupakan golongan yang paling moderat dari seluruh golongan Khawarij, mereka adalah Abdullah ibn ‘Ibad yang memisahkan diri dari golongan Al-Azariqah pada tahun 686 M. golongan ini dikenal mempunyai hubungan baik dengan Khalifah Abdul Malik bin Marwan dan Al-Hajjaj (Harun Nasution, 2007:22).
g. As-Sufriyah
Mereka adalah pengikut Ziad ibn Asfar. Paham mereka hampir sama dengan al-Azariqah, karena itu dikelompokan ke dalam golongan yang ekstrim (Harun Nasution, 2007:21).

B. Murji’ah
1. Pengertian Murji’ah
Murji’ah secara etimologi diambil dari kata arja’a yang bermakna penundaan, penangguhan dan pengharapan. Adapun kelompok Murji’ah disebut dengan Murji’ah karena ada beberapa alasan :
a. Menunda penjelasan kedudukan Ali dan Mu’awiyah beserta pasukannya dalam sengketa khilafah ke hari kiamat kelak.
b. Memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dari Allah SWT.

2. Latar Belakang Munculnya Murji’ah
Golongan ini pertama kali muncul di akhir abad pertama hijriyah, kemudian berkembang di Kuffah Irak. Ajaran ini muncul sebagai rival dari golongan khawarij dengan paham amal ibadah bukan bagian dari iman (Asysyariah.com%2fsyariah.php%3fmenu%3ddetil%6id_online%3d459). Ada beberapa teori yang melatarbelakangi munculnya Murji’ah. Diantaranya :
a. Gagasan irja dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan untuk menjamin persatuan dan kesatuan umat Islam ketika terjadi pertikaian politik antara Ali dan Mu’awiyah dengan tujuan untuk menghindari sektarianisme. Kemunculannya diperkirakan bersamaan dengan munculnya Syi’ah dan Khawarij (tahun 37 H/ 648 M).
b. Gagasan irja diusung oleh cucu Ali bin Abi Thalib yaitu Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah sekitar tahun 695 M dengan tujuan yang sama. Pada waktu itu umat Islam dikoyak oleh pertikaian sipil antara pengikut Al-Mukhtar yang membawa paham Syiah ke Kuffah dari tahun 685-687 dan Ibnu Zubayr yang mengklaim kekhalifahan di Mekkah.
c. Gagasan irja muncul sebagai tanggapan atas munculnya Khawarij yang mengkafirkan pelaku dosa besar dan menghalalkan darahnya, sehingga Khawarij menjelma menjadi golongan yang radikal (Abdul Rozak, Rosihon Anwar, 2007:56-57).
Menurut KH. Siradjuddin Abbas (1987:167) gagasan irja telah dipegang oleh para sahabat sejak akhir kekuasaan Utsman bin Affan. Ketika Utsman meninggal, beberapa sahabat tidak membaiat Ali bin Abi Thalib dan tidak mendukung Mu’awiyah. Sikap mereka dilandaskan pada hadits Rasululloh Saw. yang artinya : ”Diriwayatkan dari Abu Bakarah bahwa Rasululloh Saw bersabda : ‘Akan ada fitnah (kekacauan), maka orang yang duduk lebih baik daripada orang yang berjalan, orang yang berjalan lebih baik daripada orang yang berusaha menghidupkan fitnah itu. Ketahuilah apabila terjadi fitnah itu maka yang punya unta kembalilah kepada untanya, yang mempunyai domba kembalilah kepada dombanya, yang punya tanah kembalilah kepada tanahnya’. Seorang sahabat bertanya :’Ya Rasulalloh ! bagaimana kalau ia tidak punya unta, kambing dan tanah ?’ Nabi menjawab : ’Ambillah pedangnya dan pecahkan mata pedangnya dengan batu kemudian carilah jalan lepas kalau mungkin’ “ (HR. Bukhari). (lihat Fathul Bari Juz XVI hal 138-139).

3. Doktrin-doktrin Murji’ah
Ajaran pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan irja yang diaplikasikan dalam banyak persoalan, baik politik maupun teologi. Di bidang politik gagasan irja diimplementasikan dengan sikap netral atau non blok.
Berkaitan dengan doktrin teologi Murji’ah, penulis berusaha untuk menyimpulkan doktrin tersebut yang diambil dari beberapa pendapat, sebagai berikut :
a. Penangguhan keputusan atas Ali, Mu’awiyah, Amr bin Ash dan Abu Musa Al-Asy’ari hingga Allah memutuskannya di akhirat kelak.
b. Penangguhan kedudukan Ali sebagai khalifah yang keempat.
c. Pelaku dosa besar keputusannya diserahkan kepada Allah SWT. sekaligus memberi harapan kepada mereka untuk meraih ampunan-Nya.
d. Meletakan pentingnya iman daripada amal (amal ibadah bukan bagian dari iman). Berdasarkan hal ini seseorang dianggap mukmin walaupun meninggalkan fardu dan melakukan dosa besar.
e. Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman maksiat tidak akan mendatangkan madarat. Untuk mendapatkan pengampunan cukup dengan menjauhi syirik dan mati dalam akidah tauhid.

4. Sub-sekte dalam Murji’ah
Menurut Harun Nasution (2007:26), pada umumnya Murji’ah itu dapat dibagi ke dalam dua golongan besar, yaitu Murji’ah Moderat dan Murji’ah Ekstrim.
Murji’ah Moderat mempunyai pendirian sebagai berikut :
a. Pendosa besar tetap mukmin, tidak kafir, tidak pula kekal dalam neraka. Mereka disika sesuai dengan dosanya, bila diampuni oleh Allah tidak masuk neraka sama sekali.
b. Iman adalah pengetahuan tentang Tuhan dan rasul-rasul-Nya serta apa saja yang datang dari-Nya secara keseluruhan.
c. Iman tidak bertambah dan tidak berkurang.
Penggagas pendirian ini adalah Al-Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan beberapa Ahli Hadits. Murji’ah Moderat ini fahamnya sama dengan golongan Asy’ariyah.
Adapun yang termasuk Murji’ah Ekstrim adalah sebagai berikut :
a. Jahmiyah, kelompok Jahm bin Shafwan dan para pengikutnya. Mereka berpandangan bahwa orang yang percaya kepada Tuhan kemudian menyatakan kekufurannya secara lisan, tidaklah menjadi kufur karena iman dan kufur itu di dalam hati dan bukan pada bagian tubuh lainnya. (2007:28).
b. Shalihiyyah, kelompok Abu Hasan Ash-shalihi. Mereka berpendapat :
1) Iman adalah mengetahui Tuhan dan kufur adalah tidak mengetahui Tuhan.
2) Shalat dan amal lainnya bukan merupakan ibadah kepada Allah, karena yang disebut ibadah adalah iman kepada-Nya dalam arti mengetahui Tuhan. Adapun shalat dan amal lainnya hanya menggambarkan kepatuhan (2007:28).
c. Yunusiyah (pengikut Yunus As-Sumary) dan Ubaidiyaah melontarkan bahwa :
1) Maksiat dan berbuat jahat tidak merusak iman seseorang.
2) Dosa dan perbuatan jahat yang dilakukan tidak merugikan orang yang bersangkutan asal ia mati dalam keadaan iman (2007:28).
d. Khasaniyah menyebutkan bahwa jika seorang mengatakan : “Saya tahu Tuhan melarang makan babi, tapi saya tidak tahu bahwa babi yang diharamkan itu kambing ini ?”, maka orang tersebut tetap mukmin bukan kafir. Begitu pula orang yang mengatakan : “Saya tahu Tuhan mewajibkan naik haji ke Ka’bah tapi saya tidak tahu apakah Ka’bah di India atau di tempat lain.” (2007:29).


BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
1. Khawarij
Khawarij menurut terminologi Ilmu Kalam adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim) dalam perang shiffin pada tahun 37 H/648 M, perihal persengketaan khilafah dengan kelompok mua’wiyah.
Doktrin pokok khawarij diantaranya :
a. Khalifah atau Imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam.
b. Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab.
c. Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syari’at Islam, ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh jika melakukan kezaliman.
d. Kekhalifahan Abu Bakar, Umar bin Khatab dan tujuh tahun masa kehalifahan Utsman bin Affan adalah sah, adapun setelah tahun ketujuh dari masa kekhalifahannya ia dianggap telah menyeleweng.
e. Khalifah Ali adalah sah tetapi setelah arbitrase dianggap menyeleweng dan menjadi kafir.
f. Mu’awiyah, Abu Musa Al Asy’ari dan Amr bin Ash dianggap menyeleweng dan menjadi kafir.
g. Pasukan Jamal yang melawan Ali juga kafir.
h. Seorang yang melakukan dosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus dibunuh. Seorang muslim menjadi kafir apabila tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan resiko ia menjadi halal darahnya.
i. Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau bergabung, maka ia wajib diperangi karena hidup di dalam dar al-harb (Negara Musuh), sedang golongan mereka sendiri dianggap berada dalam dar al-Islam (Negara Islam).
j. Seseorang harus menghindar dari pemimpin yang menyeleweng.
k. Adanya wa’ad dan wa’id (orang baik harus masuk surga, sedang orang yang jahat harus masuk neraka).
l. Amar ma’ruf nahyi munkar.
m. Memalingkan ayat-ayat Al Quran yang tampak mutasyabihat (samar).
n. Qur’an adalah makhluk.
o. Manusia bebas memutuskan perbuatannya, bukan dari Tuhan.
Dalam perkembangannya Khawarij terbagi menjadi beberapa sub sekte besar yaitu Al-Muhakkimah, Al-Azariqah, Al-Najdat, Al-Baihasiyah, Al-Ajaridah, Al-Ibadiyah dan As-Sufriyah.

2. Murji’ah
Murji’ah adalah suatu sekte/kelompok/aliran yang mempunyai pemahaman untuk menunda vonis hukum terhadap kedudukan Ali dan Mu’awiyah dalam sengketa khilafah ke hari kiamat dan memberi pengharapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh ampunan dari Allah SWT.
Timbulnya golongan Murji’ah dilatarbelakangi oleh pertikaian politik antara Ali dan Mu’awiyah dengan tujuan untuk menjamin adanya persatuan diantara kaum muslimin.
Doktrin pokok Murji’ah dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Penangguhan keputusan atas Ali, Mu’awiyah, Amr bin Ash dan Abu Musa Al-Asy’ari hingga Allah memutuskannya di akhirat kelak.
b. Penangguhan kedudukan Ali sebagai khalifah yang keempat.
c. Pelaku dosa besar keputusannya diserahkan kepada Allah SWT. sekaligus memberi harapan kepada mereka untuk meraih ampunan-Nya.
d. Meletakan pentingnya iman daripada amal (amal ibadah bukan bagian dari iman). Berdasarkan hal ini seseorang dianggap mukmin walaupun meninggalkan fardu dan melakukan dosa besar.
e. Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman maksiat tidak akan mendatangkan madarat. Untuk mendapatkan pengampunan cukup dengan menjauhi syirik dan mati dalam akidah tauhid.
Secara garis besar golongan Murji’ah terbagi menjadi golongan Moderat yang dipelopori oleh Al-Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan beberapa Ahli Hadits dan golongan Ekstrim yang dipelopori oleh Jahm bin Shafwan, Abu Hasan Ash-shalihi, Yunus As-Sumary dan beberapa tokoh lainnya.


DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Sirajudin, KH, I’tiqad Ahlusunnah wal-jama’ah, Pustaka Tarbiyyah, Jakarta, 1987.

Baijuri, Ibrahim Al-, Tuhfatul Muriid Aala Jauhrit Tauhiidi, Darul Ihyail Kutubil Arobiyyah, Surabaya.

Nasution, Harun, Teologi Islam : Aliran-aliran, sejarah analisa perbandingan, UI Press, 2007.

Rozak, Abdul, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam untuk UIN, STAIN, PTAIS, Pustaka Setia, Bandung, 2007.

Terjemah Al-Quran, Departemen Agama Republik Indonesia, Jakarta, 2000.

www.wikipedia.org.

www. asysyariah.com%2fsyariah.php%3fmenu%3ddetil%6id_online%3d459.

Fase dan Tugas Perkembangan

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penulisan
Robert J. Havighurst, seorang pakar perkembangan dan pendidikan dari Amerika, mengatakan bahwa perjalanan kehidupan memang merupakan rangkaian usaha manusia untuk melalui satu tahap perkembangan menuju tahap perkembangan selanjutnya dengan baik. Caranya adalah dengan menyelesaikan "tugas" yang ada di setiap tahapan perkembangan. Dengan kata lain, untuk dapat melanjutkan perjalanan hidupnya dengan baik, seorang individu harus menyelesaikan tugas perkembangan yang ada di tahap perkembangannya sekarang. Kurang lebih seperti bersekolah, untuk berhasil di kelas II SD kita harus menguasai dulu pelajaran-pelajaran kelas I SD, dan seterusnya.
Mahasiswa tarbiyah merupakan calon guru agama yang akan secara langsung berhadapan dengan anak didik yang nota benenya berada dalam tahap perkembangan. Mengingat tugas guru yang begitu penting maka sudah selayaknya ia mengetahui segala hal yang berkaitan dengan anak didiknya, baik dari fisik maupun mental, sehingga segala kejadian yang terjadi dalam proses pembelajaran dapat diantisipasi dengan baik, karena itu di sini akan dibahas tentang tugas-tugas perkembangan pada setiap fase.
B. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini di dasarkan kepada beberapa tujuan dibawah ini :
1. Mengetahui definisi tugas perkembangan menurut para ahli.
2. Mengetahui apa saja tugas perkembangan pada setiap fase.
3. Mengetahui peran sekolah dalam mendukung tercapainya tugas perkembangan pada setiap fase.
C. Batasan Pembahasan
Sesuai dengan Rencana Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Semester (RPKPS), materi yang akan dibahas hanya seputar tugas-tugas perkembangan yang meliputi definisi, tugas pekembangan pada setiap fase dan peran sekolah dalam mendukung tercapainya tugas-tugas tersebut.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Sumber Tugas-tugas Perkembangan
Robert J. Havighurs mendefinisikan Tugas Perkembangan sebagai berikut :
A developmental task is a task wich arises at or about a certain period in the life of individual, successful achievement of which leads to his happiness and to success with later task, while failure leads to unhappiness in the individual, disapproval by sosiety and difficulty with later task (Syamsu Yusuf, 2008 : 65)
Jika kita artikan maka Tugas Perkembangan adalah suatu tugas yang muncul pada periode tertentu dari kehidupan individu, yang jika tugas tersebut berhasil dituntaskan maka akan membawa kepada kebahagiaan dan kesuksesan dalam menuntaskan tugas berikutnya, jika tugas tersebut gagal dituntaskan maka akan membawa individu kepada ketidakbahagiaan, penolakan dari masyarakat dan kesulitan dalam menyelesaikan tugas berikutnya.
Munculnya tugas perkembangan, bersumber kepada faktor-faktor berikut :
1. Kematangan fisik, misalnya belajar berjalan karena kematangan otot-otot kaki, belajar bertingkah laku, bergaul dengan jenis kelamin yang berbeda pada masa remaja karena kematangan organ seksual.
2. Tuntutan masyarakat secara kultural, misalnya belajar membaca, belajar menulis, belajar berhitung dan belajar berorganisasi.
3. Tuntutan dari dorongan dan cita-cita individu sendiri, misalnya memilih pekerjaan, memilih teman hidup.
4. Tuntutan norma agama, misalnya taat beribadah kepada Allah, berbuat baik kepada sesama manusia (Syamsu Yusuf, 2008 : 66).



B. Tugas Perkembangan pada Setiap Fase Perkembangan
1. Fase dan Tugas Perkembangan menurut Buhler
Charlotte Buhler (1930) membagi fase perkembangan sebagai berikut :
a. Fase Pertama (0-1 Tahun), fase ini merupakan masa menghayati berbagai objek di luar diri sendiri serta melatih fungsi-fungsi, khususnya fungsi motorik, yakni fungsi yang berhubungan dengan gerak anggota badan.
b. Fase Kedua (2-4 Tahun), fase ini merupakan masa pengenalan dunia objektif di luar diri sendiri, disertai dengan penghayatan yang bersifat subjektif.
c. Fase Ketiga (5-8 Tahun), pada fase ini anak mulai bersosialisasi, pada masa ini anak mulai memasuki masyarakat luas, misalnya Taman Kanak-kanak, pergaulan dengan teman sepermainan, dan Sekolah Dasar), yang penting dari fase ini adalah berlangsungnya sosialisasi.
d. Fase Keempat (9-11 Tahun), pada fase ini anak mencapai objektivitas tertinggi, mereka suka menyelidik, mencoba dan bereksperimen yang distimulasi oleh dorongan-dorongan menyelidik dan rasa ingin tahu yang besar.
e. Fase Kelima (14-19 Tahun), fase ini merupakan masa tercapainya synthese diantara sikap ke dalam batin sendiri dan ke luar, pada dunia objektif. Pada fase ini anak mulai belajar melepas diri dari perosalan tentang diri sendiri dan lebih mengarahkan minatnya kepada lapangan hidup konkret, yang dulu dikenalnya sebagai subjektif belaka. Setelah masa ini individu mulai masuk masa kedewasaan.
2. Fase dan Tugas Perkembangan menurut Hurlock
Dalam buku Developmental Psychology, Elisabeth B. Hurlock (1978) mengadakan tahapan perkembangan sebagai berikut :
a. Prenatal (sebelum lahir), masa prenatal ini mulai konsepsi sampai umur 9 bulan dalam kandungan ibu.
b. Masa Natal, terdiri atas :
1) Infancy atau neonatus (dari lahir sampai 14 hari), fase ini dianggap sebagai fase penyesuaian dengan lingkungan.
2) Masa Bayi (antara 2 minggu sampai 2 tahun), pada masa ini bayi mulai melepaskan diri dari lingkungan dan mulai belajar berdiri sendiri, hal ini dimungkinkan karena tubuhnya menjadi lebih kuat dan dia dapat menguasai gerakan-gerakan ototnya, ia mulai jalan sendiri, bicara, makan dan bermain.
3) Masa Anak (2-10/11 tahun), pada masa ini mulai merasa bahwa dirinya bagian dari lingkungannya, segala hal mulai ditanyakan. Pada usia 6 tahun merupakan masa penting untuk proses sosialisasi.
c. Masa Remaja (11/12-20/21 tahun)
Masa remaja adalah masa peralihan dari anak menuju dewasa, masa remaja terbagi kedalam tingkat usia berikut ini :
1) Praremaja (11/12-13/14), fase ini dianggap sebagai fase negatif, terlihat dari tingkah laku yang cenderung negatif. Perkembangan fungsi-fungsi tubuh terutama seks juga mengganggu.
2) Remaja Awal (13/14-17 tahun), pada fase ini perubahan fisik terjadi sangat pesat dan mencapai puncaknya, ketidakseimbangan emosional dan ketidakstabilan dalam banyak hal terdapat pada masa ini, ia mencari identitas diri karena pada masa ini statusnya tidak jelas.
3) Remaja Lanjut (17-20/21 tahun), pada fase ini individu berusaha untuk menjadi pusat perhatian, idealis, bercita-cita tinggi, bersemangat dan mempunyai energi yang besar. Ia berusaha menetapkan identitas diri dan ingin mencapai ketidaktergantungan emosional.
d. Dewasa, fase ini dibagi menjadi dua :
1) Dewasa Awal (21-40 tahun), tahap ini adalah masa penyesuaian terhadap pola-pola hidup baru dan harapan mengembangkan sifat-sifat dan nilai-nilai yang serba baru. Ia diharapkan menikah, mempunyai anak, mengurus keluarga, membuka karier dan mencapai prestasi.
2) Dewasa Menengah (40-60 tahun), tahapan ini merupakan masa transisi, masa menyesuaikan kembali, masa ini ditakuti karena mendekati masa tua. Pada masa ini wanita kehilangan kesanggupan untuk berreproduksi.
3. Fase dan Tugas Perkembangan Menurut Erikson
Dalam bukunya Childhood and Society, Erik Erikson (1963) membagi fase dan tuga perkembangan sebagai berikut :
a. Masa Bayi (0-1 ½ tahun), menurutnya masa ini merupakan masa dimana kepercayaan harus ditanamkan, masa si anak harus belajar bahwa dunia merupakan tempat yang baik baginya dan masa ia belajar menjadi otimis mengenai kemungkinan-kemungkinan mencapai kepuasan. Masa bayi merupakan masa ketergantungan, masa ketidakberdayaan dan masa membutuhkan pertolongan orang lain, suatu masa yang membutuhkan kesabaran orang tua.
b. Masa Toddler (1 ½-3 tahun), tugas konkret masa toddler meliputi masa aspek penting kehidupan, bukan sekedar berjalan, bercakap dan latihan buang air besar atau kecil, namun juga penjelajahan yang tiada henti. Pada masa ini anak menggunakan kemampuan bergerak sendiri untuk melaksanakan 2 tugas penting yaitu pemisahan diri dari ibu dan lainnya, dan mulai menguasai diri, lingkungan dan keterampilan dasar untuk hidup.
c. Awal Masa Kanak-kanak (4-7 tahun), pada fase ini sosialisasi merupakan tema pokok. Anak belajar menyesuaikan diri dengan teman sepermainannya. Pada tahap ini orang tua diharapkan dapat memberi contoh yang baik, karena anak akan mencontoh sikap orang tuanya.
d. Akhir masa kanak-kanak (8-11 tahun), masa ini adalah masa berkelompok dan berorganisasi, penerimaan oleh teman-teman seusianya adalah penting. Ini merupakan saat yang tepat untuk memperkenalkan pekerjaan rumah tangga, tema pada masa ini adalah kerajinan. Tugas orang tua pada masa ini adalah mengarahkan anak, tanpa memaksa anak melakukan sesuatu.
e. Masa awal remaja (12-15 tahun), tema awal masa remaja adalah perubahan. Pada masa ini anak mulai berubah-ubah, terpusat pada diri sendiri, seks dan tubuhnya.Ia terus berminat pada tugas penguasaan yang sudah dimulai pada akhir masa kanak-kanak, sekaligus mulai membuang jauh-jauh kegiatan masa kanak-kanaknya. Tanggapan orang tua yang paling bijaksana pada tahap ini adalah mendukung, ini bukan saatnya menunjukan kesalahan dalam pemikiran, sikap dan pakaian mereka. Karena pada akhirnya sikap berubah-ubah dan keterpusatan pada diri sendiri akan hilang dengan sendirinya.
f. Masa remaja sejati (16-18 tahun), pada tahap ini remaja sudah merasa cukup aman dalam identitasnya, dia harus menghadapi pilihan-pilihan yang akan membentuk sisa hidupnya. Pemilihan tujuan hidup merupakan tema pokok. Tanggapan orang tua yang paling baik adalah mendorong si anak untuk menjatuhkan pilihan dan menerima dengan baik apa yang menjadi pilihan si anak serta menghargai kebebasannya.
g. Awal Masa Dewasa (19-25 tahun), tema tahap ini adalah Kemandirian, si anak mungkin kuliah di tempat lain, menikah, hidup sendiri atau bekerja di tempat lain. Sikap orang tua yang bijaksana adalah memperluas persahabatan dengan anak-anak mereka yang sebelumnya bergantung kepada mereka.
h. Kedewasaan dan masa tua (25 tahun ke atas), masa dewasa merupakan fase generativitas (menciptakan) yang selalu dihadapkan pada adanya stagnasi, masa ini ditandai dengan adanya perhatian yang tercurah pada anak-anak, keahlian produktif, keluarga dan pekerjaan. Masa tua ini adalah kebijaksanaan dan pelepasan.
4. Fase dan Tugas Perkembangan Menurut Havighurst
Havighurst yang dikutip oleh Hurlock menjelaskan bahwa tugas-tugas perkembangan dibagi menjadi beberapa fase berikut ini :
a. Masa Bayi dan Awal Kanak-kanak
Tugas masa bayi dan awal kanak-kanak meliputi :
1) Belajar memakan makanan padat
2) Belajar berjalan
3) Belajar berbicara
4) Belajar mengendalikan pembuangan kotoran tubuh
5) Mempelajari perbedaan seks dan tata caranya
6) Memepersiapkan diri untuk membaca
7) Belajar membedakan yang benar dan yang salah, dan mulai mengembangkan hati nurani
b. Masa Akhir Kanak-kanak
Tugas perkembangan masa akhir kanak-kanak meliputi :
1) Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-permainan yang umum.
2) Mengbangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai makhluk yang sedang tumbuh.
3) Belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya
4) Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat
5) Mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca, menulis dan berhitung.
6) Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari.
7) Mengembangkan hati nurani, pengertian moral dan tata serta tingkat nilai.
8) Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan lembaga-lembaga.
9) Mencapai kebebasan pribadi.
c. Masa Remaja
Tugas perkembangan masa remaja meliputi :
1) Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya, baik pria maupun wanita.
2) Mencapai peran sosial pria, dan wanita
3) Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.
4) Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab.
5) Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya.
6) Mempersiapkan karir ekonomi
7) Mempersiapkan perkawinan dan keluarga
8) Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi.
d. Masa Awal Dewasa
1) Mulai bekerja
2) Memilih pasangan
3) Belajar hidup dengan tunangan
4) Mulai membina keluarga
5) Mengasuh anak
6) Mengelola rumah tangga
7) Mengambil tanggung jawab sebagai warga negara
8) Mencari kelompok sosial yang menyenangkan
e. Masa Usia Pertengahan
1) Mencapai tanggung jawab sosial dan dewasa sebagai warga negara
2) Membantu anak-anak remaja belajar untuk menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan bahagia.
3) Mengembangkan kegiatan-kegiatan pengisi waktu senggang untuk orang dewasa.
4) Menghubungkan diri sendiri dengan pasangan hidup sebagai suatu individu.
5) Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi pada tahap ini.
6) Mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karir pekerjaan.
7) Menyesuaikan diri dengan orang tua yang semakin tua.
f. Masa Tua
1) Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan.
2) Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya income keluarga.
3) Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup.
4) Membentuk hubungan dengan orang-orang yang seusia.
5) Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan.
6) Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes.

C. Peran Sekolah dalam Mengembangkan Tugas Perkembangan
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematik melaksanakan program bimbingan, pengajaran dan latihan dalam rangka membantu siswa agar mampu mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut aspek moral spiritual, intelektual, emosional maupun sosial.
Hurlock mengemukakan tentang pentingnya peran sekolah dalam mengembangkan kepribadian anak, sekolah merupakan faktor penentu bagi perkembangan kepribadian anak, baik dalam berfikir, bersikap maupun cara berprilaku. Sekolah sebagai substitusi keluarga dan guru substitusi orang tua.
Ada beberapa alasan kenapa sekolah memainkan peran penting bagi perkembangan kepribadian anak, yaitu :
1. Siswa harus hadir di sekolah
2. Sekolah memberikan pengaruh kepada anak secara dini seiring dengan masa perkembangan konsep dirinya.
3. Anak-anak banyak menghabiskan waktunya di sekolah daripada di tempat lain di luar rumah
4. Sekolah memberikan kesempatan kepada siswa untuk meraih sukses
5. Sekolah memberikan kesempatan pertama kepada anak untuk menilai diri dan kemampuannya secara realistik.
Untuk itu sekolah seyogianya berupaya untuk menciptakan iklim yang kondusif atau kondisi yang dapat memfasilitasi siswa untuk mencapai perkembangannya.



BAB III
KESIMPULAN
Tugas Perkembangan adalah suatu tugas yang muncul pada periode tertentu dari kehidupan individu, yang jika tugas tersebut berhasil dituntaskan maka akan membawa kepada kebahagiaan dan kesuksesan dalam menuntaskan tugas berikutnya, jika tugas tersebut gagal dituntaskan maka akan membawa individu kepada ketidakbahagiaan, penolakan dari masyarakat dan kesulitan dalam menyelesaikan tugas berikutnya.
Munculnya tugas perkembangan, bersumber kepada faktor kematangan fisik, tuntutan masyarakat secara kultural, tuntutan dari dorongan dan cita-cita individu sendiri, tuntutan norma agama.
Pada dasarnya semua ahli sama dalam menentukan fase-fase dan tugas-tugas perkembangan, hanya redaksinya yang berbeda-beda. Dari semua pendapat dapat disimpulkan bahwa fase perkembangan meliputi prenatal, masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa dan masa tua dengan tugas perkembangan tertentu pada setiap fasenya.
Sekolah memegang peran penting dalam pelaksanaan tugas perkembangan anak, mengingat beberapa faktor seperti siswa yang selalu hadir di sekolah, sekolah selalu memberikan pengaruh secara dini seiring dengan perkembangan konsep diri anak, sebagian besar waktu anak dihabiskan di sekolah, sekolah memberikan kesempatan untuk meraih sukse dan sekolah memberi kesempatan pertama untuk menilai diri dan kemampuannya secara realistik.



DAFTAR PUSTAKA

Hurlock, Elisabeth B, Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, edisi kelima, Jakarta, Erlangga, 1980

Sobur, Alex, Drs.,M.Si., Psikologi Umum, Bandung, Pustaka Setia, 2003

Yusuf, Syamsu, M.Pd., Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung, Rosyda Karya, 2008

http://apadefinisinya.blogspot.com/2009/03/tugas-tugas-perkembangan.html


Jenis-jenis Layanan Bimbingan Konseling

Jenis-jenis layanan pada dasarnya merupakan operasionalisasi dari konsep bimbingan dan konseling dalam rangka memenuhi berbagai asas, prinsip, fungsi dan tujuan bimbingan dan konseling. Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional saat ini terdapat tujuh jenis layanan. Namun sangat mungkin ke depannya akan semakin berkembang, baik dalam jenis layanan maupun kegiatan pendukung. Para ahli bimbingan di Indonesia saat ini sudah mulai meluncurkan dua jenis layanan baru yaitu layanan konsultasi dan layanan mediasi. Namun, kedua jenis layanan ini belum dijadikan sebagai kebijakan formal dalam sistem pendidikan di sekolah.Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan ketujuh jenis layanan bimbingan dan konseling yang saat ini diterapkan dalam pendidikan nasional.

a. Layanan Orientasi
Layanan orientasi merupakan layanan yang memungkinan peserta didik memahami lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah dan obyek-obyek yang dipelajari, untuk mempermudah dan memperlancar berperannya peserta didik di lingkungan yang baru itu, sekurang-kurangnya diberikan dua kali dalam satu tahun yaitu pada setiap awal semester. Tujuan layanan orientasi adalah agar peserta didik dapat beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru secara tepat dan memadai, yang berfungsi untuk pencegahan dan pemahaman.

b. Layanan Informasi
Layanan informasi adalah layanan yang memungkinan peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi (seperti : informasi belajar, pergaulan, karier, pendidikan lanjutan). Tujuan layanan informasi adalah membantu peserta didik agar dapat mengambil keputusan secara tepat tentang sesuatu, dalam bidang pribadi, sosial, belajar maupun karier berdasarkan informasi yang diperolehnya yang memadai. Layanan informasi pun berfungsi untuk pencegahan dan pemahaman.

c. Layanan Pembelajaran
Layanan pembelajaran merupakan layanan yang memungkinan peserta didik mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik dalam menguasai materi belajar atau penguasaan kompetensi yang cocok dengan kecepatan dan kemampuan dirinya serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya, dengan tujuan agar peserta didik dapat mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik. Layanan pembelajaran berfungsi untuk pengembangan.

d. Layanan Penempatan dan Penyaluran
Layanan penempatan dan penyaluran merupakan layanan yang memungkinan peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang, kegiatan ko/ekstra kurikuler, dengan tujuan agar peserta didik dapat mengembangkan segenap bakat, minat dan segenap potensi lainnya. Layanan Penempatan dan Penyaluran berfungsi untuk pengembangan.

e. Layanan Konseling Perorangan
Laynanan konseling perorangan merupakan layanan yang memungkinan peserta didik mendapatkan layanan langsung tatap muka (secara perorangan) untuk mengentaskan permasalahan yang dihadapinya dan perkembangan dirinya. Tujuan layanan konseling perorangan adalah agar peserta didik dapat mengentaskan masalah yang dihadapinya. Layanan Konseling Perorangan berfungsi untuk pengentasan dan advokasi.

f. Layanan Bimbingan Kelompok
Layanan bimbingan kelompok merupakan layanan yang memungkinan sejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh bahan dan membahas pokok bahasan (topik) tertentu untuk menunjang pemahaman dan pengembangan kemampuan sosial, serta untuk pengambilan keputusan atau tindakan tertentu melalui dinamika kelompok, dengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh bahan dan membahas pokok bahasan (topik) tertentu untuk menunjang pemahaman dan pengembangan kemampuan sosial, serta untuk pengambilan keputusan atau tindakan tertentu melalui dinamika kelompok. Layanan Bimbingan Kelompok berfungsi untuk pemahaman dan pengembangan

g. Layanan Konseling Kelompok
Layanan Konseling kelompok merupakan layanan yang memungkinan peserta didik (masing-masing anggota kelompok) memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi melalui dinamika kelompok,. Layanan Konseling Kelompok berfungsi untuk pengentasan dan advokasi.

Sumber : http://sarkomkar.blogspot.com/2009/02/jenis-jenis-layanan-bimbingan-dan.htm

Meneladani Sifat Rasul

Salah satu upaya untuk membentuk kemandirian anak adalah dengan melatih mereka untuk bisa mengungkapkan isi pikirannya kedalam bentuk kata-kata yang sistematis sehingga isi pesan dapat tersampaikan dan mudah dimengerti oleh orang lain. Latihan kemandirian ini bisa dilakukan dengan melakukan latihan pidato yang dikaitkan dengan beberapa peristiwa bersejarah, baik sejarah nasional maupun sejarah Islam, sehingga selain latihan kemandirian juga mengandung unsur pendidikan yang cukup kental. Berikut contoh pidato dalam rangka Maulid Nabi Saw. :

Assalamu’alaikum wr. wb
Mukoddimah
Laqad kaana lakum fii Rasulillahi Uswatun Hasanah
Puji dan syukur mari kita panjatkan kepada Dzat yang Maha Ghafur, yang nikmatnya tidak akan pernah terukur walaupun oleh para insinyur, apalagi oleh tukang cukur dan tukang bajigur, yang Maha Kasih yang kasihnya tidak pilih kasih, yang Maha Penyayang yang sayangnya tidak pandang orang, karena hanya atas karunia-Nyalah kita dapat berkumpul ditempat yang mulia ini dalam rangka taqarruban ilallah yang dikemas dalam kegiatan Porseni.
Shalawat beserta salam semoga selamanya terlimpah dan tercurah kepada baginda alam, pemimpin tertinggi anti korupsi, baginda termulya anti durhaka, dialah pemimpin yang miskin tapi mampu memberantas kemiskinan, pemimpin yang sederhana tapi menjadi panutan seluruh dunia, dialah habibana wanabiyyana Muhammad Saw.

Dewan juri yang kami hormati, hadirin rahimakumullah.
Islam adalah agama yang sempurna, ajarannya meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, karena itulah Allah swt tidak hanya menurunkan Islam sebagai pedoman hidup manusia tetapi juga mengutus seorang figur yang menjadi tauladan bagi seluruh umatnya, Allah SWT berfirman :
Laqad kaana lakum fii Rasulillahi Uswatun Hasanah
Telah nyata bagi kamu sekalian pada diri rasulullah tauladan yang baik. Rasulullah saw sendiri menyatakan : Innama buitstu liutammima makarimal akhlaq, sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang sempurna. Berdasarkan Al Quran dan Hadits di atas, maka kita harus bisa meneladani sifat-sifat Rasulullah SAW. Diantara sifat-sifat tersebut adalah :
1.Siddiq artinya jujur
Rasulullah Saw selalu jujur sepanjang hidupnya, sehingga ketika beliau mendapat kepercayaan dari Siti Khadijah untuk menjual dagangannya, beliau mendapat keuntungan yang besar karena kejujurannya. Sifat inilah yang harus dikembangkan oleh semua elemen, dari mulai pejabat sampai masyarakat, sehingga akan terbangun kehidupan yang harmonis, adil dan maju, tidak akan terjadi korupsi, tidak akan terjadi penyuapan dan penyakit mental lainnya.
2.Amanah artinya dapat dipercaya
Rasulullah adalah orang yang paling dapat dipercaya, sehingga ketika masyarakat Arab merenopasi ka’bah mereka memberi gelar Al Amin kepada Rasulullah saw. Sifat ini perlu kita kembangkan dalam kehidupan, orang yang amanah tidak akan menyia-nyiakan tugas, tidak akan bekerja asal-asalan. Mereka akan bekerja sungguh-sungguh karena mereka sadar akan tanggug jawab yang diembannya. Jika amanah sudah menjadi trend hidup masyarakat kita, maka kehidupan kita akan semakin maju karena segala hal dilandasi oleh etos yang baik, semangat dan bertanggung jawab.
3.Tabligh artinya menyampaikan
Sepanjang hidupnya Rasulullah tidak pernah berhenti bertabligh, menyampaikan ajaran Allah SWT kepada seluruh umat manusia. Tablig bisa diwujudkan dengan selalu mengajak manusia kepada jalan kebenaran dan mencegah mereka dari kemungkaran. Hal ini sangat penting dilakukan dalam kehidupan, sehingga dengan adanya sifat tabligh ini harmoni kehidupan akan berjalan seimbang dan istiqomah. Jika ada yang khilaf melakukan kesalahan maka ada orang lain yang mengoreksinya, sehingga keburukan hancur dan kebenaran akan abadi.
4.Fathonah artinya cerdas.
Rasulullah adalah orang yang cerdas, Beliau mampu menghadapi semua kemelut dalam kehidupan umatnya dengan cara yang tepat. Hal ini harus diikuti oleh umatnya, namun kita tidak bisa mengikuti beliau kalau kita tidak cerdas.
Kecerdasan seseorang identik dengan kapasitas ilmunya. orang yang cerdas adalah orang yang memiliki wawasan yang luas dan pengalaman yang dalam, karena itulah Rasulullah mewajibkan umatnya untuk senantiasa menuntut ilmu walaupun ilmu tersebut ada di negeri yang sangat jauh.
Hadirin Rahimakumullah.
Dari awal sampai akhir dapat disimpulkan bahwa Rasulullah adalah figur ideal yang harus menjadi tauladan bagi umatnya. Diantara tauladan tersebut adalah Rasul memiliki sifat Shiddiq, Amanah, Tabligh dan Fathonah. Jika sifat ini diaplikasikan dalam kehidupan maka akan tercipta kehidupan yang maju dan harmonis.
Demikian uraian singkat dari saya, mohon maaf atas segala kekurangan dan kealfaan,
Bila ada sumur diladang, boleh kita menumpang mandi,
Kalau ada umurku pangjang, boleh kita berjumpa lagi.
Buah tomat buah peutey, tamat euy......
Billahi taufiq wal hidayah Assalamu’alaikum wr. Wb.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. JawHarie.Blogspot.com - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger