Sebagaimana janji saya pada posting terdahulu bahwa saya akan menyelesaikan serial ayat tentang manusia. Setelah pada posting terdahulu kita membahas tentang bagaimana Konsep Manusia dalam sebutan Basyar, maka pada posting ini akan membahas tentang konsep manusia dalam sebutan Insan dan an-Naas.
Menurut Quraish Shihab dalam Wawasan al-Quran (2005:280) menyatakan bahwa kata Insan dan Naas berasal dari kata Uns yang berarti jinak, harmonis dan tampak. Kata Insan digunakan oleh al-Quran untuk menunjuk kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga. Manusia berbeda dengan makhluk lain karena perbedaan fisik, mental dan kecerdasannya.
Untuk memulai bahasan ini mari kita simak surat at-Tiin ayat 1-8 berikut ini :
وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ (1) وَطُورِ سِينِينَ (2) وَهَذَا الْبَلَدِ الْأَمِينِ (3) لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (4) ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ (5) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ (6) فَمَا يُكَذِّبُكَ بَعْدُ بِالدِّينِ (7) أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِينَ (8)
1. Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun,
2. Dan demi bukit Sinai,
3. Dan demi kota (Mekah) Ini yang aman,
4. Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .
5. Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka),
6. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.
7. Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu?
8. Bukankah Allah hakim yang seadil-adilnya?
Surat ini diawali dengan sumpah Allah swt. Atas buah tiin dan zaitun, kemudian atas bukit Sinai dan kota Mekkah yang aman. Sebagian ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan buah tiin dan zaitun adalah Baitul Muqoddas dimana nabi Isa diutus, kemudian bukit Sinai merupakan tempat diutusnya nabi Musa dan kota Mekkah merupakan tempat diutusnya Nabi Muhammad saw. Secara sepintas kita akan tahu bahwa Allah swt bersumpah atas tiga kota tempat Allah mengutus rasul-rasulnya yang memiliki syariat besar, yakni Nabi Isa membawa agama Nasrani, Nabi Musa membawa agama Yahudi dan Nabi Muhammad membawa agama Islam. Ketiga agama ini memiliki akar dan pondasi yang sama yakni mentauhidkan Allah swt, hanya dalam perkembangannya kedua agama pertama mengalami perubahan dari akarnya.
Melalui tiga sumpah tersebut Allah menyatakan bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yang paling baik. Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dalam bentuk tubuhnya yang baik sehingga bisa berdiri tegak di atas dua kaki, setiap anggota tubuhnya bisa berfungsi secara optimal, dari mulai tangan yang bisa melakukan berbagai aktivitas, kaki yang kuat, mata, telinga hidung dan kulit yang semuanya merupakan anugerah yang tak terkira dari Allah swt, dan satu lagi yang paling penting manusia dibekali oleh akal yang mampu menemukan Tuhannya, sehingga melalui akal ini manusia bisa mengungguli makhluk lain dalam berbagai aspek.
Setelah Allah memberikan kelebihan dan keunggulan kepada manusia mengalahkan makhluk lain, maka Allah akan mengembalikan manusia kepada derajat yang paling rendah, yakni mereka yang tidak bisa mensyukuri nikmat yang diberikan Allah kepada manusia. Syukur tidak cukup hanya dengan mengucapkan alhamdulillah tetapi syukur harus diwujudkan dalam bentuk amal bakti kepada Allah swt. Syukur bisa diartikan dengan memfungsikan nikmat-nikmat Allah sesuai dengan fungsinya yang diperintahkan Allah. Jika Allah memberikan mata maka bentuk syukur atas mata adalah dengan menggunakan mata untuk berbakti kepada Allah seperti belajar, membaca al-Quran dan lain-lain, jika Allah memberikan akal maka bentuk syukur atas akal adalah dengan menggunakan akal kita untuk berbakti kepada Allah, begitu juga nikmat-nikmat yang lain. Allah telah berjanji jika kita bersyukur maka Allah akan menambah nikmat kita dan jika kita kufur atas nikmat maka tunggulah adzab Allah akan menimpa kita, karena itu Allah berfirma “Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka)”.
Adapun orang-orang yang beriman dan beramal shaleh maka mereka akan mendapatkan pahala yang tidak terputus yaitu surga. Orang-orang ini adalah orang yang tahu akan pentingnya bersyukur atas karunia Allah yang diberikan kepada mereka.
Pada ayat 7 Allah bertanya : “Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu?”. Kata ad-Diin pada ayat ini bisa berarti agama bisa juga berarti hari pembalasan atau hari kiamat yang di dalamnya ada hari kebangkitan, karena membohongkan kedua hal di atas sama-sama akan menjerumuskan pelakunya ke dalam neraka.
Dalam menafsirkan ayat ini Ibnu Katsir mengatakan, wahai manusia kenapakah kalian membohongkan hari kebangkitan sementara kalian tahu bahwa dahulu sebelum kalian lahir tidak sulit bagi Allah untuk menciptakan kalian dari tidak ada menjadi ada, lalu bagaimana mungkin kalian tidak percaya bahwa kalian akan dibangkitkan padahal kalian sebelumnya pernah ada, dalam kata lain Allah mampu untuk menciptakan manusia dari tidak ada menjadi ada, apalagi membangkitkan kembali manusia yang pernah ada sebelumnya.
Pada ayat terakhir Allah berfirman : ”Bukankah Allah hakim yang seadil-adilnya?” memberikan isyarat bahwa Allah akan mengadili manusia kelak setelah hari kebangkitan, sekecil apapun amal baik kita maka akan kita lihat balasannya dan sekecil apapun amal buruk kita maka akan kita lihat balasannya. Lalu apakah kita rela mendapat balasan yang buruk pada hari kebangkitan ? Naudzubillah.
Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa Allah menciptakan manusia dalam keadaan sempurna baik secara fisik maupun psikis, semua itu hendaknya digunakan oleh manusia untuk mengikuti agama Allah sebagaimana Allah telah bersumpah dengannya. Diantara ajaran agama tersebut adalah beriman kepada hari akhir dan beramal shaleh sesuai tuntunan agama. Jika kita tidak mengikuti ajaran agama maka Allah akan menyampakkan manusia kepada derajat yang paling rendah dan jika kita mengikuti ajaran agama maka Allah akan memberikan pahala yang tak terputus. Itulah keputusan Allah yang sangat adil bagi manusia. Wallahu a’lam.
Menurut Quraish Shihab dalam Wawasan al-Quran (2005:280) menyatakan bahwa kata Insan dan Naas berasal dari kata Uns yang berarti jinak, harmonis dan tampak. Kata Insan digunakan oleh al-Quran untuk menunjuk kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga. Manusia berbeda dengan makhluk lain karena perbedaan fisik, mental dan kecerdasannya.
Untuk memulai bahasan ini mari kita simak surat at-Tiin ayat 1-8 berikut ini :
وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ (1) وَطُورِ سِينِينَ (2) وَهَذَا الْبَلَدِ الْأَمِينِ (3) لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (4) ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ (5) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ (6) فَمَا يُكَذِّبُكَ بَعْدُ بِالدِّينِ (7) أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِينَ (8)
1. Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun,
2. Dan demi bukit Sinai,
3. Dan demi kota (Mekah) Ini yang aman,
4. Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .
5. Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka),
6. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.
7. Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu?
8. Bukankah Allah hakim yang seadil-adilnya?
Surat ini diawali dengan sumpah Allah swt. Atas buah tiin dan zaitun, kemudian atas bukit Sinai dan kota Mekkah yang aman. Sebagian ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan buah tiin dan zaitun adalah Baitul Muqoddas dimana nabi Isa diutus, kemudian bukit Sinai merupakan tempat diutusnya nabi Musa dan kota Mekkah merupakan tempat diutusnya Nabi Muhammad saw. Secara sepintas kita akan tahu bahwa Allah swt bersumpah atas tiga kota tempat Allah mengutus rasul-rasulnya yang memiliki syariat besar, yakni Nabi Isa membawa agama Nasrani, Nabi Musa membawa agama Yahudi dan Nabi Muhammad membawa agama Islam. Ketiga agama ini memiliki akar dan pondasi yang sama yakni mentauhidkan Allah swt, hanya dalam perkembangannya kedua agama pertama mengalami perubahan dari akarnya.
Melalui tiga sumpah tersebut Allah menyatakan bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yang paling baik. Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dalam bentuk tubuhnya yang baik sehingga bisa berdiri tegak di atas dua kaki, setiap anggota tubuhnya bisa berfungsi secara optimal, dari mulai tangan yang bisa melakukan berbagai aktivitas, kaki yang kuat, mata, telinga hidung dan kulit yang semuanya merupakan anugerah yang tak terkira dari Allah swt, dan satu lagi yang paling penting manusia dibekali oleh akal yang mampu menemukan Tuhannya, sehingga melalui akal ini manusia bisa mengungguli makhluk lain dalam berbagai aspek.
Setelah Allah memberikan kelebihan dan keunggulan kepada manusia mengalahkan makhluk lain, maka Allah akan mengembalikan manusia kepada derajat yang paling rendah, yakni mereka yang tidak bisa mensyukuri nikmat yang diberikan Allah kepada manusia. Syukur tidak cukup hanya dengan mengucapkan alhamdulillah tetapi syukur harus diwujudkan dalam bentuk amal bakti kepada Allah swt. Syukur bisa diartikan dengan memfungsikan nikmat-nikmat Allah sesuai dengan fungsinya yang diperintahkan Allah. Jika Allah memberikan mata maka bentuk syukur atas mata adalah dengan menggunakan mata untuk berbakti kepada Allah seperti belajar, membaca al-Quran dan lain-lain, jika Allah memberikan akal maka bentuk syukur atas akal adalah dengan menggunakan akal kita untuk berbakti kepada Allah, begitu juga nikmat-nikmat yang lain. Allah telah berjanji jika kita bersyukur maka Allah akan menambah nikmat kita dan jika kita kufur atas nikmat maka tunggulah adzab Allah akan menimpa kita, karena itu Allah berfirma “Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka)”.
Adapun orang-orang yang beriman dan beramal shaleh maka mereka akan mendapatkan pahala yang tidak terputus yaitu surga. Orang-orang ini adalah orang yang tahu akan pentingnya bersyukur atas karunia Allah yang diberikan kepada mereka.
Pada ayat 7 Allah bertanya : “Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu?”. Kata ad-Diin pada ayat ini bisa berarti agama bisa juga berarti hari pembalasan atau hari kiamat yang di dalamnya ada hari kebangkitan, karena membohongkan kedua hal di atas sama-sama akan menjerumuskan pelakunya ke dalam neraka.
Dalam menafsirkan ayat ini Ibnu Katsir mengatakan, wahai manusia kenapakah kalian membohongkan hari kebangkitan sementara kalian tahu bahwa dahulu sebelum kalian lahir tidak sulit bagi Allah untuk menciptakan kalian dari tidak ada menjadi ada, lalu bagaimana mungkin kalian tidak percaya bahwa kalian akan dibangkitkan padahal kalian sebelumnya pernah ada, dalam kata lain Allah mampu untuk menciptakan manusia dari tidak ada menjadi ada, apalagi membangkitkan kembali manusia yang pernah ada sebelumnya.
Pada ayat terakhir Allah berfirman : ”Bukankah Allah hakim yang seadil-adilnya?” memberikan isyarat bahwa Allah akan mengadili manusia kelak setelah hari kebangkitan, sekecil apapun amal baik kita maka akan kita lihat balasannya dan sekecil apapun amal buruk kita maka akan kita lihat balasannya. Lalu apakah kita rela mendapat balasan yang buruk pada hari kebangkitan ? Naudzubillah.
Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa Allah menciptakan manusia dalam keadaan sempurna baik secara fisik maupun psikis, semua itu hendaknya digunakan oleh manusia untuk mengikuti agama Allah sebagaimana Allah telah bersumpah dengannya. Diantara ajaran agama tersebut adalah beriman kepada hari akhir dan beramal shaleh sesuai tuntunan agama. Jika kita tidak mengikuti ajaran agama maka Allah akan menyampakkan manusia kepada derajat yang paling rendah dan jika kita mengikuti ajaran agama maka Allah akan memberikan pahala yang tak terputus. Itulah keputusan Allah yang sangat adil bagi manusia. Wallahu a’lam.