BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penulisan
Manusia dalam kedudukannya sebagai khalifah fil ardli mendapat kepercayaan dari Allah SWT. untuk mengemban Amanah yang sangat berat. Dia diciptakan bersama-sama dengan jin, dengan tujuan untuk senantiasa menyembah dan beribadah kepada Allah SWT., untuk itu manusia dituntut untuk mendalami, memahami serta mengamalkan pokok-pokok agamanya (ushuluddin) ditambah cabang-cabangnya sehingga dia dapat menentukan jalan hidupnya yang sesuai dengan amanah yang dibebankan kepadanya. Dia bisa menempuh jalan yang lurus yang sesuai dengan tuntunan ajaran agamanya. Dengan mempelajari pokok-pokok agamanya akan memberikan keyakinan yang didasarkan pada landasan yang kuat, yang tidak mudah diombang-ambing oleh perubahan zaman (A. Mustadjib, RHA. Suminto, 2007:19).
Pokok-pokok ajaran Agama Islam terangkum dalam Ilmu Tauhid, yaitu suatu
ilmu yang membahas tentang penetapan akidah keagamaan (Dzat Allah beserta seluruh sifatnya, Rasul beserta seluruh sifatnya dan akidah sam’iyyat) yang berlandaskan pada dalil-dalil yang yakin (Ibrahim Al-Baijuri :8).
Dalam perkembangannya Teologi Islam mengalami polarisasi dalam beberapa persoalan sehingga menimbulkan berbagai aliran teologi. Aliran teologi tersebut ada yang bersifat tradisional, liberal dan ada yang menempatkan diri diantara tradisional dan liberal (Harun Nasution, 2007:x).
B. Tujuan Penulisan
Keimanan merupakan masalah yang sakral dalam Islam, keimanan menentukan kebahagiaan manusia kelak di akhirat, karena itu merupakan hal yang penting untuk mengetahui hakikat keimanan yang berlandaskan pada teologi yang benar, agar manusia tidak terjerumus ke dalam teologi-teologi yang jauh dari hakikat Dinul Islam.
Mahasiswa sebagai figur intelektual di masyarakat mempunyai peran penting dalam menanamkan keimanan yang benar di masyarakat sekaligus membentengi masyarakat dari teologi yang jauh dari hakikat Dinul Islam.
Melihat pentingnya hal tersebut di atas maka penulisan makalah ini didasarkan pada beberapa tujuan sebagai berikut :
1. Sebagai wahana memperluas wawasan dan pengetahuan penulis tentang Aliran-aliran teologi Islam.
2. Ikut serta dalam memberikan penjelasasn tentang aliran-aliran teologi Islam kepada masyarakat.
3. Sebagai bahan diskusi bidang studi Ilmu Kalam di kelas I B Fakultas Tarbiyah Jurusan PAI Institut Agama Islam Darussalam Ciamis.
4. Semoga bisa menjadi sumbangan yang berarti bagi perkembangan keilmuan di lingkungan kampus dan masayarakat.
C. Batasan Pembahasan
Memberikan suatu karya yang komprehensip dalam satu bidang keilmuan merupakan suatu kebanggaan yang tak ternilai bagi penulis, namun mengingat luasnya pembahasan yang berhubungan dengan Ilmu Kalam dan kemampuan penulis yang terbatas serta batasan yang diberikan oleh Ibu Dosen, maka penulis merasa perlu untuk mempersempit ruang lingkup pembahasan agar pembahasan menjadi terfokus dan mendalam, yaitu tentang aliran teologi Khawarij dan Murji’ah serta segala masalah yang terkait di dalamnya.
D. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam memahami materi yang dibahas maka penulis mengajukan sistematika penulisan sebagai berikut :
1. Menjelaskan tentang definisi Khawarij dan Murji’ah.
2. Menjelaskan tentang latar belakang terbentuknya paham Khawarij dan Murji’ah.
3. Menjelaskan doktrin-doktrin pokok Khawarij dan Murji’ah.
4. Menjelaskan tentang sub sekte Khawarij dan Murji’ah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Khawarij
1. Pengertian Khawarij
Secara harfiah Khawarij berasal dari Bahasa Arab, Khawarij merupakan isim fail jama’ dari lafad ُ خَرَجَ - يَخْرُجُ - فَهُوَ خَارِجٌ - فَهُمْ خَوَارِج yang artinya “Mereka yang keluar” (www.wikipedia.org).
Adapun yang dimaksud dengan Khawarij menurut terminologi Ilmu Kalam adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim) dalam perang shiffin pada tahun 37 H/648 M, perihal persengketaan khilafah dengan kelompok mua’wiyah (Abdul Rozak, Rosihon Anwar, 2007:49).
Nama Khawarij dinisbatkan kepada mereka karena mereka keluar dari barisan Ali. Tetapi ada juga pendapat yang mengatakan bahwa pemberian nama itu didasarkan pada surat An-Nisa ayat 100 :
… • ….
100. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), Maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah.
Dengan demikian kaum Khawarij memandang dirinya sebagai orang yang meninggalkan rumah dari kampung halamannya untuk mengabdikan diri kepada Allah dan Rasul-Nya (Harun Nasution, 2007:13).
Nama lain dari Khawarij diantaranya :
1. Syurah yang diambil dari kata yasyri yang terdapat pada Al Quran Surat Al Baqoroh ayat 207.
2. Hururiah yang diambil dari nama sebuah desa dekat kota Kuffah di Irak. Mereka menuju desa ini setelah keluar dari Golongan Ali, selanjutnya mengangkat seorang pimpinan yang bernama Abdullah bin Wahab Ar Rasyidi (Siradjuddin Abbas, 1987:155).
2. Latar Belakang Munculnya Khawarij
Ketidakpuasan atas pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah muncul dari Mua’wiyah yang masih tergolong keluarga dekat Utsman bin Affan. Hal itu mendorong terjadinya perang Shiffin yang mempertemukan pasukan Ali bin Abi Thalib dan pasukan Mu’awiyah. Pada saat itu Mua’wiyah berada dalam posisi hampir kalah, namun tangan kanan Mu’awiyah yang bernama Amr ibn Ash meminta berdamai dengan mengangkat Al-Quran ke atas. Maka kedua kubu menyepakati genjatan senjata dan dilaksanakanlah Arbitrase (tahkim) atas permasalahan khilafah. Kedua belah pihak mengangkat pengantara untuk bermusyawarah dalam mencari penyelesaian terbaik. Pihak Mu’awiyah diwakili oleh Amr bin Ash, sementara pihak Ali bin Abi Thalib diwakili oleh Abdullah bin Abbas, tetapi sebagian kaum muslimin tidak menyetujuinya dengan alasan beliau masih termasuk golongan Ali, kemudian mereka mengusulkan Abu Musa Al Asy’ari sebagai pengantara dengan harapan masalah bisa diselesaikan berdasarkan Al Quran.
Musyawarah tersebut memutuskan kedua pengantara sepakat untuk mengumumkan penjatuhan kepemimpinan Ali dan Mu’awiyah. Tapi ketika pelaksanaan dari keputusan tersebut Amr bin Ash tidak menepati hasil musyawarah, ia hanya menjatuhkan kepemimpinan Ali dan menetapkan Mu’awiyah sebagai khalifah.
Sikap Ali yang menerima tipu muslihat Amr bin Ash untuk mengadakan arbitrase, sungguh pun dalam keadaan terpaksa, tidak disetujui oleh sebagian tentaranya. Mereka berpendapat masalah ini tidak dapat diputuskan oleh arbitrase manusia tetapi putusan hanya datang dari Allah dengan kembali kepada hukum-hukum yang ada dalam Al Quran. Mereka berpendapat tidak ada hukum selain hukum Allah dan tidak ada pengantara selain Allah.
Mereka memandang Ali bin Abi Thalib telah berbuat salah, oleh karena itu mereka meninggalkan barisannya. Inilah awal kemunculan golongan Khawarij. (Harun Nasution, 2007: 6-8).
3. Doktrin-doktrin Pokok Khawarij
A. Mustadjib dan RHA. Suminto (2007:51-52) mengelompokan doktrin-doktrin pokok Khawarij menjadi 3 kategori :
a. Doktrin Politik
1) Khalifah atau Imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam.
2) Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab, asal memenuhi syarat sebagai pemimpin.
3) Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syari’at Islam, ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh jika melakukan kezaliman.
4) Kekhalifahan Abu Bakar, Umar bin Khatab dan tujuh tahun masa kehalifahan Utsman bin Affan adalah sah, adapun setelah tahun ketujuh dari masa kekhalifahannya ia dianggap telah menyeleweng.
5) Khalifah Ali adalah sah tetapi setelah arbitrase dianggap menyeleweng dan menjadi kafir.
6) Mu’awiyah, Abu Musa Al Asy’ari dan Amr bin Ash dianggap menyeleweng dan menjadi kafir.
7) Pasukan Jamal yang melawan Ali juga kafir.
Ketujuh doktrin diatas dikategorikan sebagai doktrin politik karena berhubungan dengan masalah kenegaraan, khususnya masalah khilafah. Menurut Harun Nasution (2007:14) masalah takfir bukan lagi termasuk masalah politik tetapi sudah masuk dalam masalah teologi, maka point 5-7 dapat dikategorikan sebagai doktrin teologi.
b. Doktrin Teologi
1) Seorang yang melakukan dosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus dibunuh. Seorang muslim menjadi kafir apabila tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan resiko ia menjadi halal darahnya.
2) Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau bergabung, maka ia wajib diperangi karena hidup di dalam dar al-harb (Negara Musuh), sedang golongan mereka sendiri dianggap berada dalam dar al-Islam (Negara Islam).
3) Seseorang harus menghindar dari pemimpin yang menyeleweng.
4) Adanya wa’ad dan wa’id (orang baik harus masuk surga, sedang orang yang jahat harus masuk neraka).
c. Doktrin Teologis Sosial
1) Amar ma’ruf nahyi munkar.
2) Memalingkan ayat-ayat Al Quran yang tampak mutasyabihat (samar).
3) Qur’an adalah makhluk.
4) Manusia bebas memutuskan perbuatannya, bukan dari Tuhan.
Doktrin ini menurut sebagian pengamat lebih mirip dengan doktrin Mu’tazilah. Kebenaran adanya doktrin ini dalam wacana kelompok khawarij patut dikaji lebih mendalam, dapat diasumsikan bahwa orang yang keras dalam pelaksanaan agama cenderung berwatak tektualis/ skripturalis sehingga menjadi fundamentalias.
4. Perkembangan Khawarij
Persoalan khilafah yang menjadi doktrin sentral kelompok Khawarij ditambah watak Khawarij yang radikal telah memicu timbulnya doktrin-doktrin teologis lain, baik dalam intern kelompok Khawarij maupun ekstern dengan kelompok Islam lainnya (A. Mustadjib, RHA. Suminto, 2007:54).
Menurut A. Mustadjib dan RHA. Suminto (2007:54-55) subsekte Khawarij yang besar terdiri dari 8 macam :
a. Al-Muhakkimah
Al-Muhakkimah adalah golongan Khawarij asli yaitu pengikut Ali bin Abi Thalib yang tidak mau menerima arbitrase (tahkim) (Harun Nasution, 2007:15).
b. Al-azariqah
Daerah kekuasaan mereka terletak di perbatasan Irak dengan Iran. Nama ini diambil dari Nafi’ ibn Al-Azraq. Pengikutnya menurut al-Baghdadi, berjumlah lebih dari 20 ribu orang. Khalifah pertama yang mereka pilih ialah Nafi’ sendiri dan kepadanya mereka diberi gelar Amirul Mu’minin. Nafi’ mati dalam pertempuran di Irak pada tahun 686 M (Harun Nasution, 2007:16).
c. An-Najdat
Najdah Ibn ‘Amir al-Hanafi dari Yamamah dengan pengikutnya pada mulanya ingin bergabung dengan golongan al-Azariqah. Tetapi di dalam golongan al-Azariqah sendiri terjadinya perpecahan. Sebagian pengikutnya, diantaranya Abu Fudaik, Rasyid al-Tawil dan Atian al-Hanafi, tidak dapat menyetujui beberapa ajaran al-Azariqah, yaitu :
1) Bahwa orang azraqi yang tidak mau berhijrah ke dalam lingkungan al-Azariqah adalah musyrik.
2) Bahwa anak istri orang Islam yang tak sepaham dengan mereka boleh dan halal untuk dibunuh.
Akhirnya Abu Fudaik dan pengikutnya memisahkan diri dari Nafi’ dan pergi ke Yamamah. Disini mereka dapat menarik Najdah ke pihak mereka dalam masalah pertikaian dengan Nafi’, sehingga Najdah dengan pengikutnya membatalkan untuk berhijrah ke daerah kekuasaan al-Azariqah. Kedua golongan ini bersatu dan mengangkat Najdah sebagai imam baru. Nafi’ dan pengikutnya telah mereka pandang sebagai kafir (Harun Nasution, 2007:17-18).
d. Al-Baihasiyah
Kelompok ini dipimpin oleh Abu Baihah al-Haisam bin Jabir (www.swaramuslim.com).
e. Al-Ajaridah
Mereka adalah pengikut dari Abdul Karim ibn 'Ajrad. Kaum Al Ajaridah bersifat lebih lunak sebab diantara ajarannya menyatakan hijrah bukan kewajiban tetapi merupakan kebajikan (Harun Nasution, 2007:20).
f. Al-Ibadiyah
Golongan ini merupakan golongan yang paling moderat dari seluruh golongan Khawarij, mereka adalah Abdullah ibn ‘Ibad yang memisahkan diri dari golongan Al-Azariqah pada tahun 686 M. golongan ini dikenal mempunyai hubungan baik dengan Khalifah Abdul Malik bin Marwan dan Al-Hajjaj (Harun Nasution, 2007:22).
g. As-Sufriyah
Mereka adalah pengikut Ziad ibn Asfar. Paham mereka hampir sama dengan al-Azariqah, karena itu dikelompokan ke dalam golongan yang ekstrim (Harun Nasution, 2007:21).
B. Murji’ah
1. Pengertian Murji’ah
Murji’ah secara etimologi diambil dari kata arja’a yang bermakna penundaan, penangguhan dan pengharapan. Adapun kelompok Murji’ah disebut dengan Murji’ah karena ada beberapa alasan :
a. Menunda penjelasan kedudukan Ali dan Mu’awiyah beserta pasukannya dalam sengketa khilafah ke hari kiamat kelak.
b. Memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dari Allah SWT.
2. Latar Belakang Munculnya Murji’ah
Golongan ini pertama kali muncul di akhir abad pertama hijriyah, kemudian berkembang di Kuffah Irak. Ajaran ini muncul sebagai rival dari golongan khawarij dengan paham amal ibadah bukan bagian dari iman (Asysyariah.com%2fsyariah.php%3fmenu%3ddetil%6id_online%3d459). Ada beberapa teori yang melatarbelakangi munculnya Murji’ah. Diantaranya :
a. Gagasan irja dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan untuk menjamin persatuan dan kesatuan umat Islam ketika terjadi pertikaian politik antara Ali dan Mu’awiyah dengan tujuan untuk menghindari sektarianisme. Kemunculannya diperkirakan bersamaan dengan munculnya Syi’ah dan Khawarij (tahun 37 H/ 648 M).
b. Gagasan irja diusung oleh cucu Ali bin Abi Thalib yaitu Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah sekitar tahun 695 M dengan tujuan yang sama. Pada waktu itu umat Islam dikoyak oleh pertikaian sipil antara pengikut Al-Mukhtar yang membawa paham Syiah ke Kuffah dari tahun 685-687 dan Ibnu Zubayr yang mengklaim kekhalifahan di Mekkah.
c. Gagasan irja muncul sebagai tanggapan atas munculnya Khawarij yang mengkafirkan pelaku dosa besar dan menghalalkan darahnya, sehingga Khawarij menjelma menjadi golongan yang radikal (Abdul Rozak, Rosihon Anwar, 2007:56-57).
Menurut KH. Siradjuddin Abbas (1987:167) gagasan irja telah dipegang oleh para sahabat sejak akhir kekuasaan Utsman bin Affan. Ketika Utsman meninggal, beberapa sahabat tidak membaiat Ali bin Abi Thalib dan tidak mendukung Mu’awiyah. Sikap mereka dilandaskan pada hadits Rasululloh Saw. yang artinya : ”Diriwayatkan dari Abu Bakarah bahwa Rasululloh Saw bersabda : ‘Akan ada fitnah (kekacauan), maka orang yang duduk lebih baik daripada orang yang berjalan, orang yang berjalan lebih baik daripada orang yang berusaha menghidupkan fitnah itu. Ketahuilah apabila terjadi fitnah itu maka yang punya unta kembalilah kepada untanya, yang mempunyai domba kembalilah kepada dombanya, yang punya tanah kembalilah kepada tanahnya’. Seorang sahabat bertanya :’Ya Rasulalloh ! bagaimana kalau ia tidak punya unta, kambing dan tanah ?’ Nabi menjawab : ’Ambillah pedangnya dan pecahkan mata pedangnya dengan batu kemudian carilah jalan lepas kalau mungkin’ “ (HR. Bukhari). (lihat Fathul Bari Juz XVI hal 138-139).
3. Doktrin-doktrin Murji’ah
Ajaran pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan irja yang diaplikasikan dalam banyak persoalan, baik politik maupun teologi. Di bidang politik gagasan irja diimplementasikan dengan sikap netral atau non blok.
Berkaitan dengan doktrin teologi Murji’ah, penulis berusaha untuk menyimpulkan doktrin tersebut yang diambil dari beberapa pendapat, sebagai berikut :
a. Penangguhan keputusan atas Ali, Mu’awiyah, Amr bin Ash dan Abu Musa Al-Asy’ari hingga Allah memutuskannya di akhirat kelak.
b. Penangguhan kedudukan Ali sebagai khalifah yang keempat.
c. Pelaku dosa besar keputusannya diserahkan kepada Allah SWT. sekaligus memberi harapan kepada mereka untuk meraih ampunan-Nya.
d. Meletakan pentingnya iman daripada amal (amal ibadah bukan bagian dari iman). Berdasarkan hal ini seseorang dianggap mukmin walaupun meninggalkan fardu dan melakukan dosa besar.
e. Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman maksiat tidak akan mendatangkan madarat. Untuk mendapatkan pengampunan cukup dengan menjauhi syirik dan mati dalam akidah tauhid.
4. Sub-sekte dalam Murji’ah
Menurut Harun Nasution (2007:26), pada umumnya Murji’ah itu dapat dibagi ke dalam dua golongan besar, yaitu Murji’ah Moderat dan Murji’ah Ekstrim.
Murji’ah Moderat mempunyai pendirian sebagai berikut :
a. Pendosa besar tetap mukmin, tidak kafir, tidak pula kekal dalam neraka. Mereka disika sesuai dengan dosanya, bila diampuni oleh Allah tidak masuk neraka sama sekali.
b. Iman adalah pengetahuan tentang Tuhan dan rasul-rasul-Nya serta apa saja yang datang dari-Nya secara keseluruhan.
c. Iman tidak bertambah dan tidak berkurang.
Penggagas pendirian ini adalah Al-Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan beberapa Ahli Hadits. Murji’ah Moderat ini fahamnya sama dengan golongan Asy’ariyah.
Adapun yang termasuk Murji’ah Ekstrim adalah sebagai berikut :
a. Jahmiyah, kelompok Jahm bin Shafwan dan para pengikutnya. Mereka berpandangan bahwa orang yang percaya kepada Tuhan kemudian menyatakan kekufurannya secara lisan, tidaklah menjadi kufur karena iman dan kufur itu di dalam hati dan bukan pada bagian tubuh lainnya. (2007:28).
b. Shalihiyyah, kelompok Abu Hasan Ash-shalihi. Mereka berpendapat :
1) Iman adalah mengetahui Tuhan dan kufur adalah tidak mengetahui Tuhan.
2) Shalat dan amal lainnya bukan merupakan ibadah kepada Allah, karena yang disebut ibadah adalah iman kepada-Nya dalam arti mengetahui Tuhan. Adapun shalat dan amal lainnya hanya menggambarkan kepatuhan (2007:28).
c. Yunusiyah (pengikut Yunus As-Sumary) dan Ubaidiyaah melontarkan bahwa :
1) Maksiat dan berbuat jahat tidak merusak iman seseorang.
2) Dosa dan perbuatan jahat yang dilakukan tidak merugikan orang yang bersangkutan asal ia mati dalam keadaan iman (2007:28).
d. Khasaniyah menyebutkan bahwa jika seorang mengatakan : “Saya tahu Tuhan melarang makan babi, tapi saya tidak tahu bahwa babi yang diharamkan itu kambing ini ?”, maka orang tersebut tetap mukmin bukan kafir. Begitu pula orang yang mengatakan : “Saya tahu Tuhan mewajibkan naik haji ke Ka’bah tapi saya tidak tahu apakah Ka’bah di India atau di tempat lain.” (2007:29).
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
1. Khawarij
Khawarij menurut terminologi Ilmu Kalam adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim) dalam perang shiffin pada tahun 37 H/648 M, perihal persengketaan khilafah dengan kelompok mua’wiyah.
Doktrin pokok khawarij diantaranya :
a. Khalifah atau Imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam.
b. Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab.
c. Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syari’at Islam, ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh jika melakukan kezaliman.
d. Kekhalifahan Abu Bakar, Umar bin Khatab dan tujuh tahun masa kehalifahan Utsman bin Affan adalah sah, adapun setelah tahun ketujuh dari masa kekhalifahannya ia dianggap telah menyeleweng.
e. Khalifah Ali adalah sah tetapi setelah arbitrase dianggap menyeleweng dan menjadi kafir.
f. Mu’awiyah, Abu Musa Al Asy’ari dan Amr bin Ash dianggap menyeleweng dan menjadi kafir.
g. Pasukan Jamal yang melawan Ali juga kafir.
h. Seorang yang melakukan dosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus dibunuh. Seorang muslim menjadi kafir apabila tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan resiko ia menjadi halal darahnya.
i. Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau bergabung, maka ia wajib diperangi karena hidup di dalam dar al-harb (Negara Musuh), sedang golongan mereka sendiri dianggap berada dalam dar al-Islam (Negara Islam).
j. Seseorang harus menghindar dari pemimpin yang menyeleweng.
k. Adanya wa’ad dan wa’id (orang baik harus masuk surga, sedang orang yang jahat harus masuk neraka).
l. Amar ma’ruf nahyi munkar.
m. Memalingkan ayat-ayat Al Quran yang tampak mutasyabihat (samar).
n. Qur’an adalah makhluk.
o. Manusia bebas memutuskan perbuatannya, bukan dari Tuhan.
Dalam perkembangannya Khawarij terbagi menjadi beberapa sub sekte besar yaitu Al-Muhakkimah, Al-Azariqah, Al-Najdat, Al-Baihasiyah, Al-Ajaridah, Al-Ibadiyah dan As-Sufriyah.
2. Murji’ah
Murji’ah adalah suatu sekte/kelompok/aliran yang mempunyai pemahaman untuk menunda vonis hukum terhadap kedudukan Ali dan Mu’awiyah dalam sengketa khilafah ke hari kiamat dan memberi pengharapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh ampunan dari Allah SWT.
Timbulnya golongan Murji’ah dilatarbelakangi oleh pertikaian politik antara Ali dan Mu’awiyah dengan tujuan untuk menjamin adanya persatuan diantara kaum muslimin.
Doktrin pokok Murji’ah dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Penangguhan keputusan atas Ali, Mu’awiyah, Amr bin Ash dan Abu Musa Al-Asy’ari hingga Allah memutuskannya di akhirat kelak.
b. Penangguhan kedudukan Ali sebagai khalifah yang keempat.
c. Pelaku dosa besar keputusannya diserahkan kepada Allah SWT. sekaligus memberi harapan kepada mereka untuk meraih ampunan-Nya.
d. Meletakan pentingnya iman daripada amal (amal ibadah bukan bagian dari iman). Berdasarkan hal ini seseorang dianggap mukmin walaupun meninggalkan fardu dan melakukan dosa besar.
e. Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman maksiat tidak akan mendatangkan madarat. Untuk mendapatkan pengampunan cukup dengan menjauhi syirik dan mati dalam akidah tauhid.
Secara garis besar golongan Murji’ah terbagi menjadi golongan Moderat yang dipelopori oleh Al-Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan beberapa Ahli Hadits dan golongan Ekstrim yang dipelopori oleh Jahm bin Shafwan, Abu Hasan Ash-shalihi, Yunus As-Sumary dan beberapa tokoh lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Sirajudin, KH, I’tiqad Ahlusunnah wal-jama’ah, Pustaka Tarbiyyah, Jakarta, 1987.
Baijuri, Ibrahim Al-, Tuhfatul Muriid Aala Jauhrit Tauhiidi, Darul Ihyail Kutubil Arobiyyah, Surabaya.
Nasution, Harun, Teologi Islam : Aliran-aliran, sejarah analisa perbandingan, UI Press, 2007.
Rozak, Abdul, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam untuk UIN, STAIN, PTAIS, Pustaka Setia, Bandung, 2007.
Terjemah Al-Quran, Departemen Agama Republik Indonesia, Jakarta, 2000.
www.wikipedia.org.
www. asysyariah.com%2fsyariah.php%3fmenu%3ddetil%6id_online%3d459.
Khawarij dan Murjiah
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Jawharie.blogspot.com
0 Comments